Bab(1) 653l39

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang Dalam rangka memenuhi kebutuhan listrik di Jawa – Bali, PT. Indonesia Power Unit Jasa Pembangkit PLTU Palabuhan Ratu harus memiliki keandalan, ketersediaan, kemampuan dan unjuk kerja agar kondisi sistem kelistrikan dapat dipertahankan dengan baik dan tidak terjadi pemadaman. Karena kerusakan mesin akan menimbulkan kerugian ekonomis yang besar, baik kerugian karena perbaikan maupun kerugian karena produksi yang terhenti. PLTU Palabuhan Ratu menggunakan batubara sebagai bahan bakar utama sebagai proses untuk merubah air menjadi uap pada boiler, batubara yang sudah di bakar mempunyai limbah abuyang mana abu tersebut akan mengalir menuju cerobong. Jikaabu tersebut dibiarkan terbuang ke atmosfer maka akan mencemari lingkungan sekitar. Electrostatic Precipitator (ESP) adalah salah satu alternatif penangkap abu dengan efisiensi tinggi (mencapai diatas 90%) danrentang partikel yang didapat cukup besar. Dengan menggunakan Electrostatirecipitator (ESP) ini, jumlah limbah abu yang keluar dari cerobong diharapkan hanya sekitar 0,16 % (efektifitaspenangkapan abu mencapai 99,84%) [1].Limbah abudari pembakaran batubara didalam boilertersebut akan keluar melalui cerobong, maka limbah abu tersebut

akan

melewati

kisi-kisi

suatu

peralatan

yang

dinamakan

Electrostatirecipitator (ESP). Namun dengan menggunakan sistem ESP ini perlu diperhatikan keandalannya, seperti pemeliharaan dan kinerjanya. Pada sistem ini menggunakan Emitting wire sebagai penghantar tegangan dan Collecting plate sebagai media penangkap abu yang mana diantara wire dan plate tersebut terdapat jarak yang harus dipertahankan agar tidak terjadi tegangan tembus yang menyebabkan loncatan arus (spark). Apabila jarak tersebut tidak sesuai dengan standar operasi, maka ESP tidak dapat beroperasi. 1

Pada tugas akhir ini penulis mencoba melakukan analisis permasalahannya dan memberikan solusi untuk mengatasi permasalahan yang ada dan diharapkan dapat memenuhi sasaran pemeliharaan. 1.2 Tujuan penelitian Adapun tujuan penelitian dalam tugas akhir ini adalah : a. Menganalisis permasalahan pada Electrostatic Precipitator (ESP)sebagai alat penangkapan fly ash dapat beroperasi secara andal? b. Menentukan standar operasi Electrostatic Precipitator (ESP)agar dapat bekerja secara andal. c. Mendapatkan solusi yang harus dilakukan apabila Electrostatic Precipitator agar dapat bekerja secara andal? 1.3 Batasan masalah Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang ada dan menjaga agar dalam penyampaian laporan proyek akhir ini tidak menyimpang jauh, maka batasan masalah tugas akhir ini meliputi : a.

Analisiskeandalan Electrostatic Precipitator (ESP) sebagai alat penangkap fly ash.

b.

Analisis tidak memperhitungkan faktor kimiawi dari fly ash.

c.

Analisis dilakukan di PLTU Palabuhan Ratu.

1.4 Sistematika penulisan Adapun sistematika penulisan pada penelitian ini sebagai berikut : a.

BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas secara singkat tentang latar belakang, tujuan penelitian, batasan masalah serta sistematika penulisan.

b.

BAB II TEORI PENUNJANG Bab ini membahas mengenai konsep atau teori pendukung yang menjadi landasan bagi penelitian. Bab ini menguraikan tentang proses sistem operasi

2

Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), menjelaskan tentang diagram alir dari ash handling system, serta menjelaskan bagian-bagian peralatan untuk mendukung analisis yang didapat dari buku-buku referensi, studi lapangan dan pengarahan dari pembimbing lapangan.

c.

BAB III METODE PENELITIAN Bab ini membahas mengenai kerangka pemikiran dari penelitian yang digambarkan secara terstruktur tahap demi tahap proses pelaksanaan penelitian.

Tahap-tahap

penelitian

dimulai

dari

tahap

identifikasi

permasalahan dan studi pustaka, tahap pengumpulan data awal dan akhir, tahap pengerjaan serta tahap pengolahan data.

d.

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS Bab

ini

menjelaskan

tentanganalisis

dan

pembahasan

dari

hasil

analisisElectrostatic Precipitator (ESP), hasil pengukuran besaran listrik, seperti tegangan kerja, arus, nilai korona dan nilai tembus tegangan. Hasil dianalisis sesuai dengan nilai efektif kerja serta perbandingan nilai standar operasi dari ESP dari upaya inovasi yang tujuannya untuk mendapatkan hasil yang efektif dan safety bagi kelangsungan kinerja peralatan.

e.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan serta berisi saran tentang rekomendasi agar kinerja sistem penangkapan fly ash beroperasi dengan efektif dan Electrostatic Precipitator (ESP) tetap andal dalam beroperasi.

3

BAB II TEORI PENUNJANG

2.1 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) adalah jenis pembangkit listrik skala besar yang paling banyak dijumpai. PLTU mempunyai banyak keuntungan atau kelebihan dibanding jenis pembangkit lain yakni : 1. Dapat dibuat dalam skala yang besar, mencapai 400 MW tiap unitnya 2. Umurnya relatif panjang 3. Tidak terpengaruh oleh kondisi atmosfer 4. Dapat membakar segala jenis bahan bakar, dll PLTU batubara merupakan salah satu jenis pembangkit listrik tenaga uap yang menggunakan batu bara sebagai bahan bakar utamanya. PT. Indonesia Power PLTU Palabuhan Ratu adalah salah satu pembangkit yang menggunakan bahan bakar batubara dengan kapasitas pembangkitan 1050 MW. 2.1.1. Bagian –bagianPLTU Adapun bagian - bagian utama PLTU adalah : a.

Boiler untuk mengubah energi panas dari bahan bakar menjadi energi panas pada uap yang terdiri dari tiga bagian yaitu Economizeruntuk memanaskan air sampai mendekati titik didih. Evaporator untuk mengubah air menjadi uap dan Superheater untuk memanaskan lanjut uap tersebut sampai suhu tertentu.

b.

Turbin untuk mengubah energi panas di dalam uap menjadi energi mekanik pada poros turbin guna menggerakkan rotor generator.

c.

Kondensor untuk mengembunkan uap menjadi air kembali dengan menggunakan air pendingin

d.

Generator untuk merubah energi mekanik pada rotor generator menjadi energi listrik pada stator untuk disalurkan ke konsumen.

4

2.1 Proses Operasi PLTU [2] 2.2 Ash handling system Ash Handling System adalah peralatan bantu dari sebuah PLTU berbahan bakar batubara untuk menampung abu sisa hasil pembakaran yang kemudian menyalurkannya ketempat pembuangan akhir (Ash Valley).

5

2.2 Gambar Ash Handling System[2] Ash Handling System mempunyai alat yang berfungsi sebagai penangkap abu sisa pembakaran, yaitu Electrostatic Precipitator (ESP). Batubara yang dialirkan ke dalam ruang bakar akan menghasilkan gas buang yang mengandung partikel abu. Sebelum dibuang ke atmosfir, gas buang yang mengandung partikel abu akan ditangkap oleh ESP. Abu hasil tangkapan ESP disalurkan melalui Transporter / Pump maupun Belt Conveyor ke pembuangan terakhir (Ash Valley) atau ditampung di dalam penampung (Silo) untuk dimanfaatkan / dijual. Selain itu, Ash Handling System juga mempunyai peralatan yang berfungsi sebagai penampung dan penyalur abu berat sisa pembakaran yang berasal dari ruang bakar (furnace) yaitu Submerge Scrapper Conveyor(Bak penampung abu berat yang berada di bagian bawah ruang bakar). Batubara (serbuk) yang dimasukan ke dalam ruang bakar sebagian tidak terbakar dan abu yang tidak terhisap oleh Indust Draft (ID) Fan tersebut akan jatuh dan ditampung di bagian bawah ruang bakar (Bottom Ash), lalu dialirkan ke dalam bak Submerge Scrapper Conveyor (SSC). SSCdiisi air yang berasal dari discharge Circulating Water

6

Pump (air laut) yang terlebih dahulu diproses menjadi Service Water, untuk menjaga level dan temperature air, maka perlu disirkulasikan dan disupply terus menerus. SSCdilengkapi dengan pompa-pompa yang berfungsi mensirkulasikan air perapat tersebut. 2.2.1 Fly ash system Fly Ash System adalah peralatan Ash Handling yang berfungsi menyalurkan abu sisa pembakaran yang berasal dari ruang bakar. Bahan bakar (batubara) yang sudah dihaluskan dimasukan ke dalam ruang bakar dengan cara dihembus oleh Primary Air (PA) Fan dan dihisap oleh ID Fan untuk selanjutnya dibuang ke Atmosfir melalui cerobong asap (stack). Sisa pembakaran yang mengandung partikel-partikel abu dialirkan ke Atmosfir melalui ruang yang telah dipasang ESP (Electrostatic Precipitator). Partikel abu yang terdapat dalam sisa pembakaran akan ditangkap oleh ESP dan disalurkan ke pembuangan melalui Transporter.

gas flow Superheater reheater

econo mizer

Coal bunker

EP

Boiler

Coal

furnace AIR HEATER

Transporter

DDCC

ID Fan SDCC

PULVERIZER

mill reject FD Fan UNIT BISNIS SURALAYA SURALAYA STEAM POWER PLANT #567 ASH AND DUST HANDLING PLANT #567

PA Fan

FLOW GAS SUDIRMAN

MARET 2007

Gambar 2.3Posisi Fly ash system dalam sebuah PLTU[4]

7

STACK

2.3 Electrostatic Precipitator (ESP) Salah satu cara untuk mengatasi limbah abu di PLTU adalah dengan dipasangnya Electrostatic Precipitator (ESP). Keunggulan Electrostatic Precipitator (ESP) dibandingkan dengan metode yang lain adalah tingkat keefisiensiannya yang tinggi/besar, yakni bisa mencapai lebih dari 99%. Electrostatic Precipitator (ESP) adalah peralatan yang berfungsi menangkap abu sisa pembakaran yang berada dalam gas buang yang akan dibuang ke atmosfir melalui stack, sehinga gas buang yang akan dibuang tidak mengandung partikelpartikel abu yang dapat mencemari lingkungan. Prinsip kerja Electrostatic Precipitator (ESP) adalah partikel – partikel abu dari boiler yang belum bermuatan, akan diberi muatan – ( negative ) oleh Electroda dan selanjutnya dengan teori Electromagnetic akan ditangkap oleh Collecting plate. Abu pada Collecting plateakan jatuh ke Hopper setelah proses rapping.[2]

Gambar 2.4Electrostatic Precipitator (ESP)[1]

8

Batubara

Boiler

Abu

ESP

Cerobong

Abu

Air Compressor

Transporter

Silo Tank

Gambar 2.5 Blok Diagram alir siklus batubara Proses penangkapan partikel abu dari gas buang menggunakan prinsip gaya electrostatic. Gas dialirkan pada suatu ruangan (chamber) yang bagian dalamnya terdiri dari Emitting wire dengan tegangan tinggi (DC 50-72 KV) sebagai kutup negatif dan Collecting plate yang digroundingkan sebagai kutup positif. Electroda ini dipasang secara vertical dan saling berhadapan. Emiting wire dipasangkan pada suatu rangka sebagai suatu pengaman, setiap rangka dihubungkan satu dengan yang lainnya sebagai satu kesatuan kerja. ELECTROSTATIRECIPITATOR PRECIPITATOR ELECTROSTATIC + GAS FLOW GAS FLOW

-

+

-

-

+

-

+

DISCHARGE DISCHARGE ELECTRODE ELECTRODE

COLLECTING COLLECTING PLATE PLATE

9

GAS CLEAN BUANG GAS BERSIH EXIT

Gambar 2.6 Penangkapan abu [2] Di dalam daerah penangkapan yang terdiri dari Collecting plate dan Emitting wire akan dibangkitkan suatu medan listrik yang cukup besar. Selain itu juga akan menyebabkan

molekul-molekul

udara

dipercepat

gerakannya

sehingga

bertabrakan yang mengakibatkan electronnya terlepas dari orbitnya dan menjadi electron bebas.Bila tegangan yang dibangkitkan semakin besar maka akan tercipta suatu korona dan electron bebas yang terbentuk semakin banyak.Abu terbang yang melewati medan korona ini akan bertabrakan dengan ion ion dan electron bebas, sehingga partikel abu yang tidak bermuatan akan menjadi bermuatan. Karena pengaruh medan listrik partikel partikel tersebut bergerak menuju Collecting plate. Partikel abu ini akan jatuh ke bawah karena gravitasi dan di tampung di Hopper. Sisa abu yang masih menempel pada Collecting plate dan Emitting wire akan dibersihkan dengan system penghentakan (rapping). Mekanisme penghentakan bekerja dalam selang waktu tertentu. Abu yang telah terkumpul ini harus dibuang agar tidak menimbulkan masalah pada internal penangkap abu Electrostatic Precipitator (ESP).

10

2.4 Bagian – bagian Electrostatic Precipitator (ESP) 2.4.1 Transformator rectifier Transformator Rectifier adalah peralatan utama dari ESP yang berfungsi sebagai supply daya untuk disalurkan ke Emitting wire sebagai penghantar tegangan sehingga akan timbul medan listrik. Tegangan bolak balik (AC) yang masuk ke transformator akan dinaikkan teganan dari tegangan 400 VAC ke 55 kVAC (tegangan kerja ESP) lalu tegangan AC dirubah menjadi teganan searah (DC) menggunakan rectifier.

Gambar 2.7 Transformator RectifierESP 2.4.1.1 Pengertian transformator Transformator adalah alat yang digunakan untuk menaikkan atau menurunkan tegangan bolak-balik (AC). Transformator terdiri dari 3 komponen pokok yaitu: kumparan pertama (primer) yang bertindak sebagai input, kumparan kedua (sekunder) yang bertindak sebagai output, dan inti besi yang berfungsi untuk memperkuat medan magnet yang dihasilkan. Prinsip kerja dari sebuah transformator adalah ketika kumparan primer dihubungkan dengan sumber tegangan bolak-balik, perubahan arus listrik pada 11

kumparan primer menimbulkan medan magnet yang berubah. Medan magnet yang berubah diperkuat oleh adanya inti besi dan dihantarkan inti besi ke kumparan sekunder, sehingga pada ujung-ujung kumparan sekunder akan timbul ggl induksi. Hubungan antara tegangan primer, jumlah lilitan primer, tegangan sekunder, dan jumlah lilitan sekunder, dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : 𝑉𝑝 𝑉𝑠

=

𝑁𝑝

(2.1)

𝑁𝑠

Vp= tegangan primer (volt) Vs = tegangan sekunder (volt) Np = jumlah lilitan primer Ns = jumlah lilitan sekunder 2.4.1.2 Jenis – jenis transformator Berdasarkan perbandingan antara jumlah lilitan primer dan jumlah lilitan skunder transformator ada dua jenis yaitu: 1.

Transformator step up yaitu transformator yang mengubah tegangan bolakbalik rendah menjadi tinggi, transformator ini mempunyai jumlah lilitan kumparan sekunder lebih banyak daripada jumlah lilitan primer (Ns > Np).

2.

Transformator step down yaitu transformator yang mengubah tegangan bolakbalik tinggi menjadi rendah, transformator ini mempunyai jumlah lilitan kumparan primer lebih banyak daripada jumlah lilitan sekunder (Np > Ns).

2.4.1.3 Prinsip kerja penyearah gelombang (rectifier) Penyearah gelombang (rectifier) adalah bagian dari power supply / catu daya yang berfungsi untuk mengubah sinyal tegangan AC (Alternating Current) menjadi tegangan DC (Direct Current). Komponen utama dalam penyearah gelombang adalah diode bridge yang dikonfiguarsikan secara forward bias. Dalam sebuah power supply tegangan tinggi, sebelum tegangan AC tersebut di ubah menjadi tegangan DC maka tegangan AC tersebut perlu dinaikkan menggunakan

12

transformator step up. Pada sistem ESP ini, menggunakan penyearah gelombang penuh sistem jembatan.

Gambar 2.8 Blok diagram Rectifier [8]

2.4.1.4 Prinsip kerja penyearah sistem jembatan Sebuah penyearah sistem jembaran sederhana digambarkan dengan empat buah dioda, pada kenyataannya hanya dua dioda yang bekerja pada masing-masing fase sinyal sinus. Dioda D1 dan D3 mengumpulkan tegangan positif dari sinyal sinus, sedangkan D2 dan D4 mengumpulkan tegangan negatif dari sinyal sinus.

Gambar 2.9Penyearah sistem jembatan [8]

13

Gambar 2.10Name plate tranformator ESP 2.4.2

Emitting wire

Emitting wire adalah suatu bagian ESP sebagai penghantar tegangan DC (-) output dari transformatorrectifier yang berfungsi untuk mendistribusikan medan listrik yang terbentuk menjadi korona dimana ionisasi dari corona tersebut adalah ion negatif yang berloncatan menuju Collecting plate sebagai media penangkap abu yang sudah di ionisasikan. Jenis wire ini adalah berbentuk spiral dan berbahan steenless steel.

14

Gambar 2.11. Emitting wire

2.4.3 Collecting plate Collecting plate adalah pelat baja yang dipasang sejajar antara Discharge Electroda yang berfungsi untuk media penerima abu yang terkena medan listrik dari Emitting wire.

Gambar 2.12. Collecting plate 15

2.4.4 Rapping system Rapping adalah suatu alat yang berfungsi sebagai pemukul atau hammer Emitting wiredan Collecting plate.Rappingberbentuk seperti palu yang mempunyai roda untuk memukul dan berputar secara periodik agar abu yang menempel padaEmitting

wiredanCollecting

platejatuh

ke

Hopper.

ApabilaEmitting

wireCollecting platebersih maka proses penangkapan abu di dalam ESP akan lebih baik. Rapping Emitting wire mempunyai isolasi yang berfungsi untuk membatasi tegangan antara Emiting wire dan ground, agar ketika beroperasi hammer ini tidak short circuit. Sedangkan Rapping Collecting plate tidak di isolasi karena raping ini memukul plate yang tidak bertegangan.

Gambar 2.13Rapping System 2.4.5 Hopper Berfungsi sebagai penampung abu yang jatuh dari Collecting plate dan Emitting wire setelah proses rapping beroperasi. Pada

sebuah

Electrostatic

Precipitator

dipasang

Hopper-hopper

yang

menampung abu hasil tangkapan ESP dan pada satu TransformatorESP mempunyai 2 hopper yang sejajar, jadi total hopper pada ESP mempunyai 32 hopper. 16

Gambar 2.14 Hopper 2.4.6 Transporter Transporter adalah suatu alat yang berfungsi sebagai pemindah abu dari hasil tangkapan ESP yang terdapat pada Hopper menuju ke Silo tank. Setiap hopper ESP mempunyai tabung transporter, sehingga setelah level abu pada Tabung tersebut penuh, maka secara periodik sistem transporter akan mentransferkan abu ke silo tank dengan menggunakan sistem udara kompressor sebagai media transportasinya.

Gambar 2.15 Transporter 17

2.4.6 Silo tank Silo adalah tanki yang berfungsi sebagai penampung abu dari ESP yang ditransferkan oleh transporter. Abu dalam silo tank akan dipindahkan atau dibuang ke pembuangan akhir ash valley menggunakan Truk Capsul. Pada Silo tank dilengkapi Bag filter, Blower

dan juga dilengkapi perlengkapan untuk

melayani konsumen abu yang dinamakan Unloading System.

Gambar 2.16Silo tank 2.4.7 Control power Control power adalah sebuah power yang berfungsi sebagai kontrol dari tranformator ESP agar dapat beroperasi secara optimal. power terdari dari beberapa peralatan listrik yang dirancang sehingga dapat mensupply tegangan ke transformator.

18

Gambar 2.17 Control power room 2.4.7.1 Breaker Breaker adalah alat yang berfungsi untuk menyambung dan pemutus sumber tegangan. Breaker pada power ini menggunakan breaker MCCB.

Gambar 2.18 Main breaker transformatorESP 2.4.7.2 Control board Control board adalah sebuah modul yang berfungsi sebagai main board atau inti dari control, yang input dan outputnya berasal dari beberapa peralatan seperti Current Transformer (CT) yang outputnya sebagai pembacaan arus, Potensial Transformer (PT) yang outputnya sebagai pembacaan tegangan, Silicon Controlled Rectifier (SCR), dan lain sebagainya.

19

Gambar 2.19 Control Board 2.4.7.3 Silicon Controlled Rectifier (SCR) Silicon Controlled Rectifier ( SCR ) adalah dioda yang memiliki fungsi sebagai pengendali daya dan saklar arus secara otomatis yang memiliki 3 kaki Terminal, yaitu gate (G), terminal anoda dan terminal katoda.

Gambar 2.20 SCR

20

Cara kerja SCR memerlukan tegangan positif pada kaki Gate untuk dapat mengaktifkannya. Pada saat kaki Gate diberikan tegangan positif sebagai pemicu (trigger), SCR akan menghantarkan arus listrik dari anoda (A) ke katoda (K). ketika SCR mencapai keadaan “on” maka kondisi gate akan on meskipun tegangan positif yang berfungsi sebagai pemicu (trigger) tersebut dilepas dan untuk membuat SCR menjadi kondisi off, arus maju anoda-katoda harus diturunkan hingga berada pada titik Holding Current SCR. 2.4.7.4 Current Transformer (CT) Current Transformer (CT) adalah transformatorinstrument yang menghasilkan arus di sekunder dimana besarnya arus sesuai dengan ratio dan arus primernya. fungsi Output CT sebagai pembacaan dari sebuah arus peralatan yang diukur dan sebagai proteksi dari arus transformator tersebut.

Gambar 2.21 Current transformer 2.4.7.5 Potensial Transformer (PT) Potensial Transformer (PT) adalah transformatorintrument yang menghasilkan tegangan di sekunder dimana besarnya tegangan sesuai dengan ratio dan tegangan primernya. PT umumnya terdiri dari sebuah inti besi yang dililiti oleh konduktor kawat tembaga. fungsi Output PT sebagai pembacaan dari sebuah arus peralatan yang diukur dan sebagai proteksi dari tegangantransformator tersebut. 21

Gambar 2.22 Potensial transformer

2.4.7.6 Display control board Display control Board adalah monitor yang berfungsi sebagai mengontrol kinerja dari transformator dan berfungsi sebagai monitoring yang mana display ini berhubungan langsung dengan Control Room Operator sehingga sistem bisa dimonitor.

Gambar 2.23 Display control board

22

2.4.8 Bushing Bushing adalah penghubung konduktor yang diselubungi oleh isolator. Bushing pada ESP berfungsi sebagai penyekat/isolator antara Emitting wiredengan body ESP agar tidak terjadi short curcuit. Terdapat 2 buah fungsi Bushing pada ESPyaitu : 1.

Bushing wire Sebagai penyekat antara Emitting wire dan body ESP

2.

Bushing porcelain Sebagai penyekat sekaligus sebagai gantungan dari poros rapping Emitting wire

Gambar 2.24Bushing porcelain 2.4.9 Heater Heater adalah peralatan yang berfungsi sebagai pemanas temperatur pada Bagian bagian yang harus dijaga di ESP. Heater di bagi menjadi dua yaitu : 2.4.9.1 Heater bushing porcelain Heater ini berfungsi untuk menjaga temperatur dan mengeringkan area dari bushing porcelain untuk rapping Emitting wire.

23

Gambar 2.25 Heater Bushing rapping porcelain 2.4.9.2 Heater bushing wire Heater ini berfungsi untuk menjaga temperatur dan mengeringkan area tempat dari bushing Wire.

Gambar 2.26 Heater bushing wire 2.5 Hukum Coloumb Atom adalah bagian terkecil suatu unsur yang masih memiliki sifat unsur itu.Atom terdiri dari inti atom (nukleus) dan elektron.Inti atom merupakan pusat dari sebuah atom yang terdiri dari proton dan neutron.Inti atom dikelilingi oleh elektron. Massa atom terpusat pada intinya sebab massa elektron jauh lebih kecil dari

pada

massa

proton

dan

neutron.Benyamin

Franklin

(1706-1790)

menyebutkan jenis muatan listrik ada dua yaitu muatan listrik positif dan

24

negatif.Proton bermuatan positif, elektron bermuatan negatif dan neutron tidak bermuatan listrik. Elektron dan proton bermuatan sama besar tetapi berbeda jenis,besar muatan proton Qp = + 1,6 x 10−19C dan muatan elektron Qe = -1,6 x 10 –19 C. Karena suatu elektron atom dapat berpindah ke atom yang lain, sedangkan proton dan neutron tetap. Perpindahan elektron ini mengakibatkan suatu atom kekurangan atau kelebihan elektron.Hukum coulomb ditemukan oleh Charles Augustin de Coulomb pada akhir abad ke 18.Gaya pada hukum Coulomb menyatakan bahwa besar gaya listrik yang diberikan masing-masing benda bermuatan kepada yang lainnya. Jika muatanya sejenis maka saling tolakmenolak, sebaliknya jika muatan tidak sejenis maka saling tarik menarik. Diketahui besar muatan (Q) ESP di setiap Emitting wire terhadap Collecting plate adalah 1,543E-11 C. [Sumber : Shanghai Automation Instrumentation, Co ., Ltd Electrical Manual]

2.6 Gradien tegangan permukaan konduktor Gradien tegangan permukaan konduktor merupakan kuat medan listrik di permukaan konduktor. Gradien tegangan permukaan adalah salah satu faktor yang mempengaruhi terjadinya korona. Gradien tegangan permukaan konduktor dipengaruhi oleh jari-jari konduktor dan jarak antar sub konduktor [7]. 𝑔𝑚 =

𝑄 2𝜋𝜀0

1

(𝑛−1)𝑟

𝑟

𝑅

. (1 +

)

(2.4) [7]

Q = muatan konduktor (Coulomb) n = jumlah kawat (n = 1, 2, 3, 4, ...) r = jari-jari kawat (cm) R= jari-jari sub kawat (cm)

25

2.7 Korona Korona adalah terlepasnya muatan listrik dari permukaan konduktor yang merupakan salah satu gejala tembus parsial karena adanya kuat medan listrik yang sangat tinggi di permukaan elektroda sehingga terjadi tembus di sekitar daerah elektroda tersebut. Korona diawali dengan adanya ionisasi dalam udara yaitu adanya kehilangan elektron dari molekul udara. Jika tegangan tinggi dikenakan pada sepasang elektroda yang salah satunya berbentuk kawat, jarum atau bentuk lain dengan radius kecil, medan listrik di sekitar permukaannya akan menjadi tinggi. Elektron bebas di sekitar medan tinggi ini akan dipercepat sampai kecepatan yang mencukupi untuk membebaskan elektron dari kulit terluar sebuah molekul gas melalui tumbukan yang menghasilkan sebuah ion positif dan elektron bebas lainnya. Elektron bebas tambahan ini mengalami proses yang sama untuk menyebabkan ionisasi tumbukan berikutnya. Proses ini dinamakan avalance, yang terjadi berulang kali sehingga timbul elektron dan ion positif ataupun ion negatif dalam jumlah besar di sekitar daerah korona. Korona dipengaruhi oleh beberapa kondisi yaitu tekanan udara, jenis elektroda, adanya uap air di udara, tipe tegangan tinggi yang diterapkan. Sedangkan karakteristik korona tergantung pada tegangan, bentuk permukaan elektroda, dan kondisi permukaan.

Gambar 2.27 Korona [5] 26

Korona yang terjadi pada ESP ini merupakan korona yang terjadi pada kawat yang berbentuk spiral atau ujung kawat yang melengkung. Jenis korona yang terjadi pada ESP adalah korona yang bermuatan negatif karena supply hasil transformator rectifier dimana tegangan masukan tersebut disearahkan (DC). 2.7.1 Sifat korona Korona bisa bermuatan positif atau negatif, hal ini ditentukan oleh polaritas tegangan di elektrode yang dialiri jenis polaritasnya. Ketidaksamaan sifat korona positif dengan korona negatif yang berbeda disebabkan oleh jauh berbedanya massa elektron dengan ion bermuatan positif. 2.7.1.1 Sifat korona positif Korona positif berbentuk sebuah plasma seragam di sepanjang sebuah konduktor. Korona positif sering terlihat dengan pijaran berwarna biru/putih, meski sebagian besar emisi berada dalam ultraviolet. Keseragaman plasma disebabkan oleh sumber lonsoran elektron sekunder yang homogen. Dengan tegangan yang sama, korona positif tampak lebih kecil daripada korona negatif, berkat kurangnya wilayah plasma non-pengion di antara wilayah bagian dalam dengan bagian luar. Elektron bebas dalam sebuah korona positif jauh lebih sedikit daripada korona negatif, kecuali sangat dekat dengan elektrode melengkung mungkin seperseribu rapatan elektron dan seperseribu total jumlah elektron. 2.7.1.2 Sifat korona negatif Korona negatif dihadirkan dalam korona takseragam, yang bervariasi sesuai dengan ciri permukaan dan ketidakteraturannya konduktor melengkung, korona negatif sering muncul sebagai gumpalan korona di tepi tajam, jumlah gumpalan berubah sesuai dengan kekuatan medan, tampak sedikit lebih besar dari korona positif sebab elektron diperbolehkan melayang keluar dari wilayah pengion. Jumlah total elektron, dan rapatan elektron jauh lebih besar dari yang ada di korona positif.

27

2.7.2 Tegangan kritis disruptif Tegangan kritis disruptif adalah tegangan minimal yang dibutuhkan untuk terjadinya ionisasi pada permukaan konduktor. Tegangan kritis disruptif pada ESP dibutuhkan untuk proses pengikatan partikel melalui ionisasi tersebut.

Tegangan kritis disruptif (Ed) dapat didefinisikan sebagai berikut : 𝑑

𝐸𝑑 = 𝑔𝑚 . 𝑚 . 𝛿. 𝑟. ln 𝑟

(2.5) [5]

𝐸𝑑 : Tegangan kritis disruptif (kV Rms) 𝑔𝑚 : Gradien tegangan (kV Rms/cm) m

: Faktor keseragaman permukaan konduktor (0≤m≤1) 1. Nilai 1 untuk permukaan halus, licin, padat, konduktor silinder 2. Nilai 0,93-0,98 untuk permukaan kasar, padat, konduktor silinder 3. Nilai 0,87-0,90 untuk konduktor berpermukaan kasar dan lebih dari 7pilinan. 4. Nilai 0,80-0,87 untuk konduktor berpermukaan kasar dan sampai 7 pilinan. 3,92 b (Tekanan udara cmHg)

𝛿

: Kepadatan udara relatif

r

: jari-jari kawat (cm)

d

: jarak antara kawat dengan plat (cm)

273+t (Suhu udara)

2.7.3 Tegangan kuat medan korona Tegangan korona merupakan tegangan yang dibutuhkan untuk membangkitkan kuat medan korona. Tegangan ini disebut tegangan kuat medankorona dan dapat dihitung dengan persamaan : 𝐸𝑐 = 𝐸𝑑 . 𝛿. 𝑚. 𝑟. [1 +

0.301 √𝛿𝑅

𝑑

] . ln 𝑟

(2.6) [5]

Ec : tegangan kuat medan korona (kV) Ed : Tegangan Kritis Disruptif (kV/cm)

28

m : Faktor keseragaman permukaan konduktor (0≤m≤1) 1. Nilai 1 untuk permukaan halus, licin, padat, konduktor silinder 2. Nilai 0,93-0,98 untuk permukaan kasar, padat, konduktor silinder 3. Nilai 0,87-0,90 untuk konduktor berpermukaan kasar dan lebih dari 7 pilinan 4. Nilai 0,80-0,87 untuk konduktor berpermukaan kasar dan sampai 7 pilinan. 3,92 b (Tekanan udara cmHg)

𝛿

: Kepadatan udara relatif

r

: jari-jari kawat (cm)

d

: jarak antara kawat dengan plat (cm)

273+t (Suhu udara)

2.8 Tegangan tembus Tegangan tembus merupakan fenomena yang terjadikarena adanya kegagalan isolasi. Tegangan tembusyang dibahas pada skripsi ini adalah tegangan tembus dalam udara. Tembus di dalam udara adalah transisipelepasan ionisasi. Teori yangmenjelaskan mekanisme tembus udara ini adalah teoriStreamer dan Townsend. Nilai tegangan tembus (𝑈𝑑𝑜 ) menurut VDE 0433-2 pada keadaan atmosfir (b = 1013 mbar dan T = 293 K) adalah sebagai berikut : Tabel 2.1. Standarisasi uji tegangan tembus menurut VDE 0433-2 [6]

Jarak Sela (mm)

2.5

5

7.5

10

(𝑈𝑑𝑜 ) dalam kV

4.56

7.24

13.11

15.24

Grafik tegangan tembus dengan sela bola pada media isolasi udara dapat dilihat pada gambar 2.2 sebagai berikut :

29

Tegangan Tembus 18 16

Tegangan (kV)

14 12 10 8

Tegangan Tembus

6 4 2

0 2.5

5

7.5

10

Jarak Sela (mm)

Gambar 2.28 Grafik tegangan tembus (𝑈𝑑𝑜 ) menurut VDE 0433-2 [6] Distribusi medan listrik adalah penyebaran medan listrik pada ruang yang terdapat di antara elektroda positif (anoda) dan negatif (katoda).

30

2.10 State Of The Art No

Peneliti

1

2

Tahun

Judul

Harry Soekotjo Dachlan, Moch. Dhofir, Vico Fernanda

2008

Pengaruh Sudut Keruncingan Dan Diameter Finial Franklin Terhadap Distribusi Medan Listrik Dan Tingkat Tegangan Tembus

Jon Gardel, Rizky Dale Fredrickson

2012

PERANCANGAN DAN PEMBUATAN MODEL MINIATUR ELECTROSTATIC PRECIPITATOR (PENGENDAP ABU ELEKTROSTATIS) UNTUK MENGURANGI PARTIKEL ABU GAS BUANG PABRIK GULA KREBET BARU I KABUPATEN MALANG

Variabel Proses / Komposisi Paduan Simulasi penangkapan petir

Perancangan Model miniatur EP

31

Hasil

Keterangan

Semakin besar sudut keruncingan finial α, maka nilai tegangan korona Uc semakin besar pula. Sedangkan nilai tegangan tembusnya Ud semakin kecil dari sudut α1 = 150 hingga α3 = 350 dan membesar lagi pada sudut α4 = 450. Nilai tegangan tembus Ud paling kecil diperoleh untuk sudut keruncingan α3 = 350 sehingga dapat disimpulkan penangkap petir dengan sudut keruncingan 350 mempunyai kemampuan menangkap petir lebih baik daripada sudut lainnya.

Dari pemetaan medan listrik dengan kertas konduktif didapatkan bentuk distribusi medan listrik yang dihasilkan untuk setiap objek finial adalah non-homogen dengan nilai efisiensi medan listrik η < 1. Semakin besar sudut keruncingan finial maka Emaks-nya semakin kecil dan nilai efisiensi medan listriknya η semakin besar. Sedangkan bila diameter finial diperbesar maka didapatkan nilai Emaks yang semakin besar dan nilai efisiensi medan listriknya η semakin kecil.

Hasil pengujian model miniatur EP didapatkan efisiensi sebesar 22 % untuk jarak sela antar elektroda kawat dengan plat pengumpul sebesar 4 cm dan 5 cm. Hasil ini kurang baik karena efisiensi yang didapat terlalu kecil. Setelah dilakukan perubahan beberapa parameter, yaitu tegangan operasi, kecepatan gerak partikel, serta pemuatan partikel, maka untuk mendapatkan efisiensi sebesar 99% model miniatur EP membutuhkan 18 plat pengumpul dengan tegangan operasi 55 kV.

Dalam merancang EP ada beberapa parameter yang berpengaruh, yaitu: a. Kuat medan listrik korona b. Tegangan korona c. Tegangan operasi d. Pemuatan partikel (particle charging) e. Kecepatan gerak partikel f. Efisiensi

3

Sasmito Teguh Prihatnolo 1 , Abdul Syakur, ST, MT2 , Mochammad Facta, ST, MT3

2015

PENGUKURAN TEGANGAN TEMBUS DIELEKTRIK UDARA PADA BERBAGAI SELA DAN BENTUK ELEKTROD

Perbandingan Tegangan Tembus pada Elektroda Bola - Bidang dengan Tegangan Tembus pada Elektroda Jarum – Bidang

Semakin lebar jarak sela antar kedua elektrodanya maka nilai tegangan tembus akan semakin tinggi karena dengan semakin lebar jarak selanya secara umum membuat elektronelektron akan semakin sulit bergerak untuk proses ionisasi menuju anoda jika energinya tidak mencukupi

Pada medan yang tidak seragam bentuk elektroda memberikan kontribusi pada pelepasan elektronelektron dimana elektroda yang mempunyai permukaan yang kasar, runcing, dan berdimensi kecil akan lebih mudah melepaskan elektron untuk mengawali proses terjadinya ionisasi.

4

Luthfi Maslul Muttaqim1, Andi Trimulyono1, Eko Sasmito Hadi1,

2016

Analisa Electrostatic Precipitator (ESP) Pada Exhaust Dalam Upaya Pengendalian Partikulat Abu Gas Buang Main Engine Kapal Latih BIMASAKTI

Efisiensi ESP

Efisiensi penangkapan abu tertinggi oleh ESP pada Model ESP dengan jarak kawat 60 mm dengan tegangan listrik sebesar 17000 volt sebesar 97,25 %, sedangkan efisiensi penangkapan abu terendah oleh ESP terdapat pada Model ESP dengan jarak kawat 90 mm dengan tegangan listrik sebesar 15000 volt sebesar 31,53 %.

Semakin besar jarak kawatnya 60 mm ; 75 mm ; 90 mm maka semakin kecil nilai efisiensi penangkapan abu oleh ESP 84,55 % dan 97,25 % ; 76,28 % dan 91,55 % ; 31,53 % dan 53,33 % . Semakin besar tegangan listriknya dari 15000 volt ; dan 17000 volt , maka semakin besar nilai efisiensi penangkapan abu oleh ESP pada setiap modelnya. Pada tegangan 15000 volt nilai efisiensinya 84,55 %, 76,28 %, dan 31,53 % ; dan pada tegangan 17000 volt nilai efisiensinya 97,25 %, 91,55 %, dan 53,33 %.

32

BAB III METODE PENELITIAN

Dalam merealisasikan tugas akhir ini, perancangan sistem merupakan langkah yang harus dilalui dengan tujuan agar diperoleh sebuah sistem dengan output yang sesuai dan meminimalisir berbagai kesalahan dalam proses pembuatan. 3.1 Flowchart proses optimasi Alur ini menjelaskan tentang langkah-langkah untuk membuat optimalisasidari sistem proteksi peralatan ESP.

START

Data Gangguan

Analisa

Optimalisasi

Implementasi

TIDAK Pengetesan

YA Selesai

Gambar 3.1 Flow chart proses optimasi

33

Pengambilan

data diambil

dari data gangguan, kemudiandata tersebut

dianalisis.Hasil dari analisisdata tersebut dicari hasil korelasi tentang keterkaitan dengan kasus penyebab terjadinya sistem proteksi yang tidak optimal menjaga peralatan ESP. 3.2 Flowchart analisis Blok Diagram analisis mempermudah agar dapat mengetahui langkah langkah cara menganalisis permasalahan pada ESP. Adapun langkah langkah secara ringkas yang tertera pada gambar 3.2

Start

Analisa Gangguan

Cek internal ESP

Analisa dan perhitungan Korona

Analisa dan perhitungan Tegangan Tembus

Pengumpulan Data Analisa

Perbandingan data analisa

Gambar 3.2 Flowchartanalisis

34

3.3 Blok diagram sistem operasi Perancangan sistem secara blok diagram yaitu untuk

mempermudah dalam

menganalisis rangkaian secara keseluruhan. Mulai dari input, pemrosesan, sampai bagian akhir dari proses yang akan menghasilkan keluaran atau output. Adapun blok diagram secara garis besar tertera seperti Gambar 3.1.

HMI

Display Control Local

Circuit Breaker

Module Control Unit

SCR



TR/RTF AC-DC

CT/PT

LOUD

CT/PT



Gambar 3.3 Blok diagram sistem operasi Pada gambar diatas menjelaskan proses dari sistem kerja, proses bermula dari Circuit Breaker yang mana tegangan power masuk ke SCR. Input yang diberikan oleh Display Control masuk ke Module Control lalu output dari Module Control sebagai trigger SCR untuk pembukaan tegangan yang akan disalurkan menuju Transformator Rectifier. Tegangan yang sudah di searahkan (DC) terhubung dengan Emitting wire. Current Transformer (CT) dan Potensial Transformer(PT) merupakan alat sebagai pengukuran dari input dan output Transformator Rectifier serta sebagai proteksi dari beban transformator, dimana CT dan PT ini memberikan pengukuran serta input ke Module Control.

35

Sinyal Output pengukuran dari module Control ditransmisikan ke Display control dan HMI, sedangkan sinyal output proteksi sebagai trigger CB trip.

Gambar 3.4 Gambar rangkaian konsep elektrikal 3.4 Alur proses kerja sistem proteksi Alur kerja merupakan bagan yang menunjukan apa yang sedang dikerjakan dalam sistem secara keseluruhan dan menjelaskan urutan dari prosedur-prosedur yang ada

dalam

sistem.

Secara

keseluruhan

alur

proses

kerja

sistem

proteksipadaESPdigambarkan sebagai berikut. Output dari CT dan PT sebagai sinyal input ke Module Control, sinyal tersebut diolah menjadi sinyal trigger menuju ke breaker. Nilai output CT dan PT menjadi proteksi yang disetting batasannya sehingga mendapatkan output yang sesuai.

36

Start

CT dan PT

Module Control Unit

Breaker

Trip

Gambar 3.5 Alur proses kerja sistem proteksi 3.5

Spesifikasi Electrostatic Precipitator

Berikut parameter-parameterperancangan Electrostatic Precipitator pada PLTU Palabuhan ratu adalah sebagai berikut:

37

Tabel 3.1 ParameterESP PLTU Palabuhan Ratu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22

Equipment

Keterangan

Jumlah Transformator Tegangan operasi Tegangan Vin Tegangan Vout max Muatan konduktor [3] Efisiensi yang diinginkan Tekanan udara Permitifitas ruang hampa Temperatur Ukuran plat pengumpul (p x l) Tebal Collecting plate Jumlah plat pengumpul Luas total plat pengumpul Jarak plat-kawat Jarak plat-plat Jarak kawat-kawat Jari Jari Sub Kawat (R) Diameter kawat Panjang kawat Jumlah kawat Jumlah Berkas/1 row Jumlah total kawat

16 Unit 55-60 kV 400 VAC 72 VDC 1,543^-11 C/Nm 99,84% 1500,4 cmHg 8,85^-12 C/Nm 200°C 5x9m 3 mm 496 44.460 m2/unit 10 cm 20 cm 15 cm 1,75 cm 2 mm 9m 240 buah/Hopper 16 buah 240 buah x 32 hopper = 7680 buah

38

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS Setelah dilakukan pengukuran korona dan tegangan tembus untuk setiap tegangan dan pengaturan jarak sela, data tegangan korona dan data tegangan tembus dibuat grafik agar data tersebut dapat dianalisis dan dibandingkan terhadap permasalah yang ada pada internal ESP (jarak antara Emitting wire dan Collecting plate). 4.1 Pengukuran kuat medan korona Hasil pengukuran dari persamaan kuat medan koronadidapat dari perhitungan rumus medan korona, perhitungan ini bertujuan untuk mendapatkan Medan produktif korona berbanding dengan jarak sela antara Emitting wire dan Collecting plate agar dapat mencapai efisiensi penangkapan abu (99,84 %)[1]. Dari beberapa parameter ESP yang di dapat, kuat medan korona dapat dihitung dengan persamaan : 𝐸𝑐 = 𝐸𝑑 . 𝛿. 𝑚. 𝑟. [1 +

0.301 √𝛿𝑅

𝑑

] . ln 𝑟

(2.6) [5]

Ec : tegangan kuat medan korona (kV) Ed : Tegangan Kritis Disruptif (kV/cm) m : Faktor keseragaman permukaan konduktor (0≤m≤1) 1. Nilai 1 untuk permukaan halus, licin, padat, konduktor silinder 2. Nilai 0,93-0,98 untuk permukaan kasar, padat, konduktor silinder 3. Nilai 0,87-0,90 untuk konduktor berpermukaan kasar dan lebih dari 7 pilinan 4. Nilai 0,80-0,87 untuk konduktor berpermukaan kasar dan sampai 7 pilinan. 3,92 b (Tekanan udara cmHg)

𝛿

: Kepadatan udara relatif

r

: jari-jari kawat (cm)

d

: jarak antara kawat dengan plat (cm)

273+t (Suhu udara)

39

dari hasil penghitungan kuat medan korona di buat grafik 4.1 berikut ini : Tabel 4.1 Kuat medan korona berbanding dengan jarak sela Jarak Sela (cm) Kuat Medan Korona (kV)

2 4 6 8 10 0,18 7,19 15,9 24,3 31,9

12 39

14 45,4

Medan Produktif Korona 50

45 40

Medan (kV)

35 30 25 20 15

10 5 0 2

4

6

8

10

12

14

Jarak Sela (cm)

Gambar 4.1 Grafik medan produktif korona 4.2 Pengukuran tegangan tembus udara Hasil pengukuran didapat dari perhitungan rumus Tegangan tembus antara perbandingan besar tegangan terhadap jarak sela dan mengacu pada standarisasi tegangan tembus menurut VDE 0433-2. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat dari grafik 4.2 berikut ini :

40

Tegangan Tembus 250

Tegangan (kV)

200 150 100 50 0 1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

11

12

14

Jarak Sela (cm)

Gambar 4.2 Grafik tegangan tembus berbanding dengan jarak sela Besar faktor efisiensi medan listrik bergantung pada bentuk geometris dari susunan elektroda, untuk susunan elektroda yang memberikan distribusi medan listrik homogen maka 𝜂 ≈ 1, tegangan tembus pada sela elektroda dapat ditentukan yaitu: 𝑈𝑑 = 𝑈𝑑𝑜 × 𝑠 × 𝜂

(4.1) [6]

𝑈𝑑 : Tegangan tembus pada susunan elektroda (kV) 𝑈𝑑𝑜 : Tegangan yang menyebabkan terjadi tembus menurut VDE 0433-2 (kV/cm) s

: Jarak sela (cm)

𝜂 : medan listrik homogen 𝜂 ≈ 1

4.3 Tegangan operasi ESP Tegangan Operasi merupakan tegangan yang digunakan untuk mengoperasikan Electrostatic Precipitator (ESP).

41

Tegangan Operasi ini dapat diperoleh dengan persamaan : Va = 𝐸𝑐 + 𝐸𝑑.

𝑑 × 𝑟2

(4.2)

2r

[Sumber : Shanghai Automation Instrumentation, Co ., Ltd Electrical Manual] Va : Tegangan Operasi (kV) Ec : Kuat Medan korona (kV) Ed : Tegangan Kritis Disruptif (kV/cm) r: Jari-jari kawat (cm) d

: Jarak antara kawat dengan plat (cm)

Kuat medan korona (kV), didapat ketika tegangan operasi energize dan dapat dilihat dari hasil perhitungan dari persamaan tabel berikut ini :

Tabel 4.2 Medan korona (kV) yang dihasilkan sesuai dengan tegangan operasi (Vin) dan jarak sela. Sela (cm)

Tegangan Operasi (kV)

2

5 4,7

10 9,7

15 14,7

20 19,7

25 24,7

30 29,7

35 34,7

40 39,7

45 44,7

50 49,7

55 54,7

60 59,7

65 64,7

70 69,7

72 71,7

4

1,4

6,4

11,4

16,4

21,4

26,4

31,4

36,4

41,4

46,4

51,4

56,4

61,4

66,4

68,4

6

0

2,1

7,1

12,1

17,1

22,1

27,1

32,1

37,1

42,1

47,1

52,1

57,1

62,1

64,1

8

0

0

2

7

12

17

22

27

32

37

42

47

52

57

59

10

0

0

0

1,4

6,4

11,4

16,4

21,4

26,4

31,4

36,4

41,4

46,4

51,4

53,4

12

0

0

0

0

0,4

5,4

10,4

15,4

20,4

25,4

30,4

35,4

40,4

45,4

47,4

14

0

0

0

0

0

0

4

9

14

19

24

29

34

39

41

Teganganoutputtransformatoryang masuk ke Emitting wire akan menghasilkan medan korona dimana tentunya medan tersebut berpengaruh pada efisiensi penangkapan abu. Semakin besar tegangan operasi transformator maka semakin besar medan korona yang timbul.

4.4 Standarisasi overhoul ESP Data pengukuran dari hasil pengukuran kuat medan korona dan tegangan tembus dibuat tabel perbandingan untuk mengetahui standarisasi dari tegangan operasi transformatorESP, jarak sela Emitting wire dan Collecting plate serta nilai medan 42

korona pada Emitting wire ketika dienergize tegangan secara bertahap. Berikut adalah tabel perbandingan yang didapat dari tegangan tembus dan tegangan operasi berbanding dengan jarak sela Emitting wire dan Collecting plate: Tabel 4.3 Perbandingan dari hasil pengukuran tegangan operasi dan tegangan tembus berbanding dengan jarak sela yang menghasilkan kuat medan korona. Sela (cm)

Tegangan Operasi (kV)

2

5 4,7

10 9,7

4

1,4

6

0

Tegangan Tembus (kV)

15 15

20 20

25 25

30 30

35 35

40 40

45 45

50 50

55 55

60 60

65 65

70 70

72 72

6,4

11

16

21

26

31

36

41

46

51

56

61

66

68

2,1

7,1

12

17

22

27

32

37

42

47

52

57

62

64

8

0

0

2

7

12

17

22

27

32

37

42

47

52

57

59

10

0

0

0

1,4

6,4

11

16

21

26

31

36

41

46

51

53

12

0

0

0

0

0,4

5,4

10

15

20

25

30

35

40

45

47

14

0

0

0

0

0

0

4

9

14

19

24

29

34

39

41

Keterangan :

20

30

40

50

60

ESP Bekerja secara optimal ESP Bekerja tidak optimal Batas peringatan ESP tidak bisa menangkapabu Transformator Trip

Tabel di atas menjelaskan bagaimana ESP bekerja secara optimal dalam sistem penangkapan abu. Data tabel ini dapat digunakan ketika ESP dalam proses Overhoul sebagai acuan dari standarisasi perhitungan dari beberapa persamaan diatas. 4.5 Analisis optimalisasi proteksi jarak sela Berdasarkan data perhitungan dan perbandingan dapat ditarik kesimpulan bahwa pada sistem ini jarak sela merupakan hal penting untuk kelangsungan kinerja ESP tetap andal. Jarak sela dapat terganggu dari beberapa faktor, namun faktor yang sering menimbulkan masalah adalah kegagalan sistem transfer abu menuju silo tank yang menyebabkan abu pada hopper menumpuk, sehingga abu tersebut menekan base plate Emitting wire dan Collecting plate dan menjadi faktor

43

70

80

penyebab Emitting wire dan Collecting platebending yang berujung pada pengurangan jarak sela. Adapun upaya untuk menjaga jarak sela tersebut adalah dengan memasang rantai pada Emitting wire dengan titik tengah hopper sebagai titik pemasangan rantai ke Emitting wire.

Gambar 4.3 Titik pemasangan rantai sebagai proteksi level high [2]

Dalam gambar diatas dapat dilihat bahwa rantai dipasang pada titik tengah hopper yang berfungsi sebagai proteksi level high setiap hopper. Ketika terjadi kegagalan transfer abu dan terjadi penumpukan abu pada hopper dan rantai tersebut menyentuh abu sebagai “Ground”, arus pada transformator akan naik sehingga pembacaan CT akan memberi trigger kepada Control Board lalu diteruskan sebagai sinyal trip ke breaker.

44

Spesifikasi rantai yang dipasang pada Emitting wireadalah sebagai berikut : a.

Bahan rantai

: Carbon Steel

b.

Panjang

: 160 cm

c.

Lebar

: 2 cm

Gambar 4.4 Realisasi pemasangan rantai

45

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari hasil Simulasi dan analisis data pada penelitian Tugas Akhir ini, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.

Dari data perhitungan tabel standarisasi ESP, bahwa dengan tegangan operasi transformator 55-60 kV dan jarak sela 10 cm akan menghasilkan kuat medan korona sebesar 31-41 kV yang mana kuat medan korona tersebut merupakan kuat medan yang optimal dalam sistem penangkapan abuESP agar tercapainya efisiensi penangkapan yang maksimal dan masih dalam jarak aman tegangan tembus.

2.

Dari perhitungan dan tabel 4.3 dapat diketahui jarak sela minimal antara Emitting wire dan Collecting platedengan tegangan operasi ESP 55-60 kV adalah >4 cm, jika jarak sela tersebut ≤ 4 cm akibat dari tekanan dari penumpukan abu di hopper, maka akan terjadi tegangan tembus dan mengakibatkan arus transformatorESPmelebihi settingan proteksi overcurrent (max arus transformator, yaitu 1400 mA), lalu transformator akan trip dan ESP tidak dapat beroperasi.

3.

Dengan memasangkan rantai pada Emitting wire,maka rantai tersebut akan menjaga jarak sela antara Emitting wire dan Collecting plateagar tetap pada jarak sela aman (10 cm) ketika level abu pada hopper melebihi kapasitasnya yang akan menekan Emitting wire dan Collecting plate agar, sehingga ESP dapat bekerja secara andal sesuai standar operasinya.

5.2 Saran Saran yang perlu disampaikan dalam laporan ini dalam rangka pengembangan penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut:

46

1.

Proteksi jarak sela dapat menggunakan sensor level high dengan bahan yang mempunyai cleaning self agar terlindung dari abu block pada sensor tersebut.

2.

Optimasi ini dapat diaplikasikan diunit pembangkit lain yang memiliki sistem penangkapan abu yang serupa.

47

DAFTAR PUSTAKA [1]

TAI & CHYUN ASSOCIATED INDUSTRIES, INC, “Electrostatic Precipitator Training Seminar”, 2017, Surabaya.

[2]

TAI & CHYUN ASSOCIATED INDUSTRIES, INC, “Concept for Electrostatic Precipitator”, 2015, Jakarta.

[3]

SHANGHAI AUTOMATION INSTRUMENTATION Co., Ltd., “Electrical Manual”, 2012, Jakarta.

[4]

PT. Indonesia Power. “Manual Book Intruction Ash Handling System”, 2012, Jakarta.

[5]

Bosco Don. “Tegangan Awal Terbentuknya Korona”, diambil dari laman http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/123969-R030807.pdfdiunduh pada tanggal 5Agustus 2017 pukul 19.32 WIB.

[6]

Prihatmolo Sasmito Teguh. “Tegangan Tembus Dielektrik udara”, diambil dari laman http://eprints.undip.ac.id/25465/1/ML2F302524.pdfdiunduh pada tanggal 20Juli 2017 pukul 21.50 WIB.

[7]

Saraswati

Amalia.

“Perhitungan

Korona”,

diambil

dari

ejournal.undip.ac.id/index.php/transmisi/article/view/4473/4079

halaman diunduh

pada tanggal 22 Juli 2017 Pukul 20.25 WIB. [8]

Electronika Dasar. “Konsep Dasar Penyearah Gelombang”, diambil dari laman http://elektronika-dasar.web.id/konsep-dasar-penyearah-gelombangrectifier/diunduh pada tanggal 22 Juli 2017 pukul 21.30 WIB.

48

LAMPIRAN LAMPIRAN A. Tabel laporan status patrol cek Transformator ESP pada tanggal 07 Agustus 2107 Kondisi

No. Transformator

On

F1

x

Off

x

F2

Tegangan Vin (VAC)

Arus in (A)

Tegangan Vout (kVDC)

Arus out (mA)

265

182

60

388

-

-

-

-

F3

x

215

136

53

285

F4

x

183

118

42

225

F5

x

265

182

60

388

-

-

-

-

x

F6 F7

x

215

136

53

285

F8

x

183

118

42

225

Keterangan

Kegagalan transfer (Abu Blocking)

Kegagalan transfer (Abu Blocking)

F9

x

-

-

-

-

Abnormal pada Internal ESP

F10

x

-

-

-

-

Kegagalan transfer (Abu Blocking)

F11

x

215

136

53

285

F12

x

183

118

42

225

F13

x

265

182

60

388

-

-

-

-

x

F14 F15

x

215

136

53

285

F16

x

183

118

42

225

A

Kegagalan transfer (Abu Blocking)