Analisa Kegagalan Turbine Blade 1j3m1p

Analisa Kegagalan First Stage IN738 Gas Turbine Blade pada Pembangkit Listrik Termal

ABSTRAK Paper ini berisi investigasi mengenai penyebab terjadinya kegagalan pada first stage gas turbine blade IN738 yang mempunyai tip crack pada bagian trailing edge juga leading edge. Sudu turbin ini terbuat dari material superalloy IN738LC yang mempunyai struktur butir directional solidified dan dilapisi dengan Pt-Al2 dari proses difusi. Fokus utama dari paper ini adalah evaluasi terhadap tip cracking pada trailing edge dan degradasi pada lapisan coating. Investigasi yang dilakukan meliputi inspeksi visual, analisa komposisi material, SEM, dan EDS. Selama pengujian, ditemukan bahwa permukaan sudu terdegradasi akibat terjadinya overheating. Pits corrosion terbentuk pada permukaan sudu yang menyebabkan munculnya stress concentration, retak terbentuk akibat fatigue dan semakin menyebar dengan adanya korosi panas. Juga ditemukan bahwa lapisan coating Pt-Al2 sepenuhnya terdegradasi. Dari investigasi dapat disimpulkan bahwa kegagalan pada sudu turbin diakibatkan oleh kombinasi degradasi permukaan oleh overheating, oksidasi, korosi panas, dan lapisan coating yang teroksidasi. Kata kunci: first stage gas turbine blade, IN738LC nickel alloy, SEM, pits corrosion, coating degradation

1. Pendahuluan Kegagalan sudu turbin sering kali terjadi pada pembangkit listrik. Untuk meningkatkan ketangguhan dan efisiensi turbin, perlu dilakukan investigasi mendalam mengenai kegagalan yang terjadi pada turbin. Mekanisme kegagalan yang paling umum terjadi pada suhu turbin adalah fatigue, creep, oksidasi, degradasi coating, korosi, erosi, dan degradasi permukaan akibat overheating. Namun, memburuknya setiap sudu berbeda-beda tergantung pada temperature operasi, kecepatan putaran, mode operasi, total service time, dan proses produksi.

1

2. Latar Belakang Sudu turbin gas terbuat dari superalloy Inconel 738LC berbahan dasar nikel. Beroperasi pada temperatur 1104oC, tekanan 10 kgf/cm2, dan putaran 5135 rpm. Sudu yang dianalisa mengalami kerusakan fisik setelah bekerja selama 72000 jam secara terus-menerus dan mengalami retak pada bagian ujung trailing dan leading edge. Sudu ini dibuat dengan proses investment casting, memiliki struktur butir directional solidified, dan dilapisi oleh Pt-Al2 dengan proses difusi. Turbin bekerja dengan tekanan natural gas di Indraprastha Gas Power Plant, India.

Gambar 1 Turbin gas dan sampel sudu yang mengalami kegagalan.

3. Eksperimen Sudu turbin yang mengalami kegagalan diambil dari pembangkit listrik. Ujung sudu mengalami keretakan baik pada bagian trailing maupun leading edge. Untuk mengindentifikasi penyebab dari kegagalan, tiga buah spesimen dengan ukuran 1 cm2 diambil dengan proses wire cutting. Selanjutnya spesimen di poles menggunakan standar teknik metalografi dan dietsa menggunakan aseton. SEM Hitachi S-3700N yang disertai EDS digunakan untuk mengobservasi morfologi permukaan patahan, struktur mikro, dan komposisi kimia pada daerah yang berbeda dari trailing edge.

2

4. Hasil dan Analisa Berikut ini adalah hasil dari pengujian yang telah dilakukan pada sampel sudu turbin. 4.1. Inspeksi visual Sudu yang mengalami kegagalan ditunjukkan pada Gambar 2. Sudu ini mengalami keretakan pada bagian ujung trailing edge. Dari pengamatan dapat dilihat adanya tanda erosi pada kedua bagian trailing dan leading edge. Tanda dari terjadinya erosi adalah adanya grooves, waves, dan round holes yang muncul dengan pola searah (Fontana, 1987). Walau demikian, tidak akan dilakukan analisa lebih lanjut mengenai erosi yang terjadi.

Gambar 2 Gambar crack dan tanda erosi pada sampel.

4.2. Analisa komposisi kimia Optical Emission Analyzer spectrometer model-49 DV4 digunakan untuk menentukan komposisi kimia dari material sudu turbin. Komposisi paduan sudu yang telah gagal dan komposisi standar paduan IN738LC ditunjukkan pada Tabel 1.

3

Tabel 1 Komposisi Kimia IN738LC dan Spesimen

Dari data yang diperoleh dapat dikatakan bahwa material sudu turbin sesuai dengan standar material IN738LC. Walaupun demikian, dapat dilihat terjadi kenaikan komposisi unsur titanium (Ti) dan tantalum (Ta) pada bagian permukaan sudu, sementara komposisi keduanya turun di bagian material yang lebih dalam. Hadirnya temperatur yang tinggi dapat menyebabkan ion bergerak aktif, ion pada permukaan dapat terlepas dari sudu dan membentuk produk korosi atau juga terbawa fluida kerja. Karena ion pada permukaan sudu hilang, maka muncullah ion vacancy yang kemudian memicu ion lain dari bagian yang lebih dalam (dalam hal ini adalah Ti dan Ta dalam bentuk ion) berdifusi mengisi ion vacancy yang ada dipermukaan. Dengan demikian, kandungan unsur di permukaan akan lebih tinggi jika dibandingkan dengan kandungan unsur pada bagian yang lebih dalam.

4.3. Evaluasi struktur mikro Spesimen dari sudu turbin diambil dengan pemotongan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3. Selanjutnya spesimen disiapkan untuk dilakukan investigasi pada degradasi permukaan dan lapisan coatingnya. Untuk mengevaluasi struktur mikro, spesimen 3 digunakan sebagai referensi. Struktur mikro dari spesimen ditunjukkan pada Gambar 4.

4

Gambar 3 Lokasi pengambilan spesimen trailing edge.

b .

a .

Gambar 4 a. Karbida MC pada matriks dan batas butir spesimen. b. Karbida MC pada matriks dan batas butir IN738LC (Pahlavanyali, 2012)

Gambar 5 menunjukkan struktur mikro permukaan yang terdegradasi karena munculnya needle carbides. Needle carbides sendiri terbentuk pada permukaan yang mengandung fase M23C6, dan awal terbentuknya diawali dari daerah yang kaya akan Ti (LUO, 2012). Struktur berbentuk jarum bersifat getas dan memunculkan ketidakstabilan pada paduan sehingga kekuatan dan keuletan material menjadi turun.

5

Gambar 5 Struktur needle yang ditemukan pada bagian permukaan sudu.

4.4. Evaluasi retakan Inisiasi dan perambatan retakan pada sudu turbin diakibatkan oleh kombinasi tegangan termal dan lingkungan. Degradasi permukaan logam dari sudu turbin terjadi sebagai akibat dari munculnya struktur needle yang kemudian menghasilkan terbentuknya pits seperti terlihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Pits pada permukaan yang berperan sebagai pembentuk stress concentration. Meskipun pada Gambar 6 diatas ditunjukkan suspect berwarna hitam sebagai pits, perlu dilakukan kembali analisa dari cross section untuk melihat kontur permukaan. Pits sendiri muncul sebagai akibat dari rusaknya lapisan pasif dan adanya localized attack (Jones, 1992) sehingga akan lebih baik dilakukan simulasi fluid dynamics untuk melihat pola attack yang terjadi, serta inspeksi terhadap lapisan pasif dari material.

6

4.5. Degradasi coating Kerusakan pada lapisan coating ditunjukkan pada Gambar 7. Coating terdiri dari empat bagian; permukaan luar mengandung partikel PtAl2 dan membentuk zona luar. Partikel PtAl2 ini larut pada NiAl yang terdispersi dengan halus pada matriks base metal untuk membentuk single phase NiAl kaya akan β dan membentuk zona intermediet. Bagian kedua mengandung banyak unsur refraktori (Cr, W, dan Mo) pada area inter diffusion zone. Dan bagian terakhir adalah base metal IN738. Pada kasus ini, degradasi lapisan coating terjadi akibat oksidasi Al-Pt. Alumunium berdifusi membentuk lapisan Al2O3 yang bersifat protektif pada permukaan sudu. Warna kemerahan pada permukaan sudu muncul karena proses oksidasi ini. Produk korosi masuk ke dalam base metal melalui crack dari permukaan sehingga menyebabkan keretakan menyebar ke bagian yang lebih dalam. Produk korosi (oksida) hilang karena erosi. Dari hasil pengujian, didapatkan konsentrasi oksigen bertambah 26,64% dan jumlah alumunium berkurang 10% seperti dapat terlihat pada Gambar 8. Berkurangnya jumlah alumunium ini menunjukkan bahwa lapisan coating hilang dan berdampak pada hilangnya perlindungan untuk base metal.

a

b

c

Gambar 7 a. Retakan yang merambat ke base metal b. Masuknya oksida ke daerah base metal c. Struktur coating Pt-Al.

7

a

b

Gambar 8 a. Spektrum EDS pada material sudu. b. Spektrum EDS pada permukaan yang menunjukkan adanya oksigen yang merupakan indikasi korosi, juga sulfur yang dapat berperan sebagai katalis degradasi. Sebagai bahan pertimbangan lebih spesifik, harus dilakukan analisa terhadap bahan bakar yang digunakan untuk mengetahui apakah terdapat unsur yang masuk ke dalam turbin sebagai impurities. Impurities yang seringkali terdapat pada bahan bakar adalah sulfur, dimana dapat menyebabkan turunnya temperatur melting sehingga kerusakan coating akan terjadi dengan lebih cepat dan masif.

5. Upaya Pencegahan Umumnya, sudu turbin dapat bekerja sampai dengan 72000 jam. Selama waktu operasi ini, sudu seharusnya diperbaiki setiap setelah bekerja selama 24000 jam secara terus-menerus. Pada masa perbaikan ini, dilakukan recoating menggunakan thermal barrier coating dan area rebuilt pada bagian tanpa tekanan. Pemilihan material yang tepat juga memegang peranan penting, juga penambahan elemen pemadu. Kebanyakan sudu turbin mengalami kerusakan karena adanya resonansi tegangan dengan amplitudo yang tinggi. Untuk menghindari hal ini, friction dampers dapat digunakan diantara bladed disks.

8

6. Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari pengujian dan analisa yang telah dilakukan diantaranya adalah: a. Berdasarkan hasil pengujian komposisi kimia yang dilakukan menggunakan Optical Emission Analyzer spectrometer, sudu turbin tidak mengalami kegagalan akibat cacat material. b. Dari hasil uji SEM-EDX dapat diketahui bahwa permukaan material terdegradasi karena terjadi oksidasi. c. Permasalahan utama dari kegagalan sudu turbin ini adalah terjadinya fenomena oksidasi, hot corrosion, dan degradasi lapisan coating yang disertai dengan temperatur operasi overheat.

ACKNOWLEDGEMENT Tulisan ini membahas kembali materi yang ditulis oleh Sushila Rani, Atul K. Agrawal, dan Vikas Rastogi pada Jurnal berjudul ‘Failure analysis of a first stage IN738 gas turbine blade tip cracking in a thermal power plant’.

9