Pengertian Infeksi Kandung Kemih Infeksi kandung kemih adalah peradangan yang terjadi pada kandung kemih. Infeksi kandung kemih umumnya disebabkan oleh bakteri. Infeksi ini bisa menjadi semakin parah jika bakteri menyebar hingga ke ginjal. Dibandingkan dengan pria, wanita lebih sering mengalami infeksi kandung kemih. Hal ini disebabkan karena saluran uretra (saluran yang membawa urine dari kandung kemih ke luar tubuh) pada wanita lebih pendek, dan mulut uretra wanita terletak sangat dekat dengan anus. Tidak ada batasan umur wanita yang bisa mengalami infeksi kandung kemih. Namun, wanita yang hamil, aktif secara seksual, dan yang sudah melewati menopause memiliki risiko lebih besar.
Walaupun punya tingkat risiko tidak sebesar wanita, infeksi kandung kemih bisa terjadi lebih parah pada pria. Hal-hal yang memicu infeksi kandung kemih pada pria adalah infeksi prostat, penyumbatan sistem kandung kemih akibat tumor, atau karena pembengkakan prostat. Pria yang melakukan seks anal tanpa memakai pelindung memiliki risiko lebih tinggi mengalami infeksi kandung kemih. Apa Saja Gejala Infeksi Kandung Kemih?
Gejala infeksi kandung kemih antara orang dewasa dan anak-anak akan sedikit berbeda. Gejala infeksi kandung kemih pada orang dewasa adalah:
Sensasi rasa nyeri, terbakar, atau menyengat saat buang air kecil.
Tubuh terasa lemah atau demam.
Meningkatnya frekuensi buang air kecil tapi hanya sedikit urine yang keluar.
Terdapat darah di dalam urine atau hematuria.
Urine akan berwarna lebih pekat, gelap, dan beraroma kuat.
Munculnya rasa nyeri di perut bagian bawah (atau tepat di atas tulang panggul) atau di punggung bagian bawah.
Sedangkan pada anak-anak, salah satu gejala yang menandakan mereka mengalami infeksi kandung kemih adalah mengompol secara tidak disengaja di siang hari. Beberapa gejala infeksi kandung kemih lain yang mungkin terjadi adalah:
Merasa lemas atau lelah.
Mudah marah.
Nafsu makan berkurang.
Muntah.
Kesakitan saat buang air kecil.
Jika Anda atau anak mengalami sering buang air kecil atau urine bercampur dengan darah, segera temui dokter. Jika gejala infeksi kandung kemih kembali setelah Anda menyelesaikan dosis antibiotik, mungkin Anda memerlukan jenis obat lainnya. Tanyakan pada dokter lebih jelas tentang gejala yang Anda alami, gejala mungkin disebabkan oleh kondisi medis lain. Penyebab Infeksi Kandung Kemih Infeksi kandung kemih paling sering disebabkan oleh bakteri dari luar, yang masuk ke dalam saluran kemih melalui uretra dan mulai berkembang biak. Bakteri bisa masuk dan berkembang biak di kandung kemih jika seseorang masih menyisakan urine dalam kandung kemih setiap buang air kecil. Tersisanya urine pada kandung kemih secara tidak sengaja bisa disebabkan oleh: sistem saluran air seni terhambat misalnya akibat tumor atau pembesaran prostat pada pria. Kehamilan juga bisa memberikan tekanan pada bagian panggul dan juga kandung kemih. Sebanyak 70 hingga 95 persen kasus infeksi kandung kemih akibat bakteri disebabkan oleh bakteri E. coli. Selain E coli, bakteri lain yang menjadi penyebab infeksi kandung kemih antara lain:
Proteus species.
Klebsiella species.
Enterococcus faecalis.
Enterobacteriaceae.
Bakteri ragi.
Pada wanita berusia muda, bakteri Staphylococcus saprophyticus juga bisa menjadi penyebab infeksi kandung kemih.
Infeksi kandung kemih akibat bakteri lebih umum terjadi pada wanita, hal ini disebabkan karena posisi uretra wanita yang lebih berdekatan dengan anus. Ini berarti bakteri dari anus lebih mudah berpindah ke uretra. Selain karena posisi uretra dan anus yang berdekatan, perpindahan bakteri pada wanita bisa terjadi ketika:
Memasukkan pembalut jenis tampon.
Bercinta.
Memakai kontrasepsi diafragma.
Menyeka dengan tisu setelah dari toilet dengan posisi dari belakang ke depan. Risiko ini dapat dihindari jika Anda menyeka dengan arah berlawanan (dari depan ke belakang).
Wanita memasuki masa menopause. Pada masa ini, wanita hanya memproduksi sedikit cairan vagina dan akibatnya bakteri lebih mudah berkembang biak.
Diagnosis terhadap Infeksi Kandung Kemih Untuk mendiagnosis infeksi kandung kemih, dokter akan bertanya tentang gejala-gejala yang dialami pasien. Berikut ini adalah beberapa tes yang dilakukan untuk mendiagnosis infeksi kandung kemih:
Kertas dipstick. Ini merupakan strip kertas yang mengandung bahan kimia dan akan bereaksi terhadap bakteri tertentu dengan mengubah warna kertas.
Tes sampel urine. Sampel dari urine Anda akan diperiksa di dalam laboratorium untuk mengetahui bakteri apa yang menyebabkan infeksi kandung kemih. Tes ini juga bisa mengetahui jika infeksi kandung kemih disebabkan oleh kondisi lain.
Sistoskopi. Prosedur di mana kamera kecil digunakan untuk memeriksa kandung kemih Anda.
Tes pencitraan seperti USG dan Sinar-X akan disarankan jika Anda mengalami infeksi kandung kemih kambuhan dan tidak merespons terhadap antibiotik.
Langkah Pengobatan Infeksi Kandung Kemih Pengobatan yang dilakukan untuk mengatasi infeksi kandung kemih terbagi menjadi dua jenis, yaitu penanganan mandiri dan penggunaan antibiotik berdasarkan resep dokter. Untuk infeksi kandung kemih ringan, dokter mungkin tidak akan memberikan antibiotik untuk menghindari resistensi antibiotik. Resistensi antibiotik adalah kondisi di mana bakteri beradaptasi dan bertahan hidup meski sudah diberikan antibiotik. Resistensi ini akan berdampak pada berkurangnya keefektifan pengobatan di masa yang akan datang. Biasanya gejala infeksi kandung kemih ringan akan menghilang dengan sendirinya dalam beberapa hari tanpa pengobatan khusus. Penanganan mandiri bisa dilakukan jika infeksi kandung kemih yang Anda alami tergolong ringan, dan Anda merasa tidak perlu menemui dokter. Berikut beberapa cara yang bisa Anda lakukan sendiri:
Hindari berhubungan seksual, karena bisa membuat infeksi yang terjadi bertambah parah.
Hindari konsumsi minuman keras.
Pada beberapa orang, mengonsumsi sodium bikarbonat atau potasium sitrat bisa membantu meredakan rasa sakit saat buang air kecil.
Mengonsumsi obat pereda rasa sakit seperti paracetamol atau ibuprofen.
Untuk mengatasi infeksi kandung kemih kambuhan atau parah, pengobatan antibiotik berdasarkan resep dokter sebaiknya dijalani. Dokter juga mungkin akan merekomendasikan Anda pada dokter spesialis gangguan saluran kemih jika perlu.
Setelah mengonsumsi antibiotik, biasanya gejala-gejala infeksi kandung kemih akan segera membaik. Jika efek antibiotik tidak terasa, temui dokter. Cara Mencegah Infeksi Kandung Kemih Meski tidak semua infeksi kandung kemih bisa dicegah, berikut ini beberapa langkah pencegahan agar Anda terhindar dari infeksi kandung kemih:
Jangan menunda buang air kecil, menahan urine bisa membuat kandung kemih tegang dan rentan mengalami infeksi. Dan pastikan untuk mengeluarkan seluruh air seni di kandung kemih.
Gunakan pakaian dalam dari bahan katun.
Hindari pemakaian celana yang ketat.
Kurangi penggunaan sabun dan bedak yang mengandung parfum di area genital.
Jangan terlalu sering ihkan tubuh atau mandi dengan cara berendam, agar area genital tidak lama terpapar bahan kimia produk pembersih.
Beberapa makanan dan minuman bisa memperparah infeksi kandung kemih yang dialami seseorang, misalnya kopi, jus buahbuahan, atau makanan pedas.
Biasakan untuk mengelap area genital wanita dari arah depan ke belakang, setelah buang air kecil. Apabila infeksi kandung kemih muncul setelah Anda berhubungan seksual, kosongkan kandung kemih Anda setelah melakukan hubungan seksual agar bakteri yang tidak diinginkan bisa terbuang melalui urine.
Jika Anda mengalami infeksi kandung kemih kambuhan yang berkaitan dengan aktivitas seksual, Anda bisa mengonsumsi antibiotik tiap setelah melakukan hubungan intim. Jika bersifat kambuhan namun tidak terkait dengan aktivitas seksual, maka Anda bisa mengonsumsi antibiotik tiap 6 bulan sekali dalam dosis rendah. Infeksi Saluran Kemih – Penyebab, Gejala, dan Pengobatan Infeksi Saluran Kemih (ISK) merupakan jenis infeksi terbanyak kedua yang terjadi pada tubuh manusia, seseorang yang mengalami ISK ini akan mengalami gejala yang bervariasi ada yang gejalanya jelas dan khas, namun ada pula yang tidak spesifik atau samar-samar. Daftar Isi Laman Penyebab Gejala Pengobatan Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK) sesuai dengan namanya merupakan infeksi yang terjadi pada saluran kemih (tractus urinarius) yang terdiri dari (atas ke bawah) ginjal, ureter, vesica urinaria (kandung kemih), dan uretra. Dapat terjadi pada salah satu bagian di atas dan dapat pula bersamaan misalnya terjadi infeksi pada kandung kemih dan uretra. traktus urinarius traktus urinarius Penyebab Infeksi Saluran Kemih (ISK) Sebagian besar ISK disebabkan oleh bakteri. Namun juga dapat disebabkan oleh jamur dan virus. Mikroorganisme tersebut bisa menginfeksi saluran kemih karena terjadinya pengosongan kandung kemih yang terhambat atau terganggu, dan iritasi saluran kemih. Kondisi tersebut bisa terjadi karena hal-hal berikut ini: Penyumbatan Saluran Kemih Penyumbatan yang menghambat aliran urin sehingga memperlambat mengosongkan kandung kemih dapat menyebabkan ISK. Hambatan dapat disebabkan oleh pembesaran prostat, batu ginjal, dan tumor atau kanker. Jenis kelamin Wanita lebih rentan terkena Infeksi Saluran Kemih dibanding pria. Karena saluran kencing uretra wanita lebih pendek. Aktivitas Seksual Tekanan pada saluran kemih selama berhubungan intim dapat memindahkan bakteri dari saluran cerna (sekitar anus) ke kandung kemih. Biasanya tubuh dapat menyingkirkan patogen ini dalam waktu 24 jam. Namun, jika jumlah bakteri sangat banyak atau bakteri memiliki sifat tahan maka terjadilah Infeksi saluran kemih. Inilah mekanisme penyebab Infeksi kandung kemih yang sering terjadi pada pengantin baru, yang disebut sebagai honeymoon cystitis (Infeksi kandung kemih saat bulan madu). Kebiasaan cebok yang salah Kebiasaan cebok dengan menyeka dari belakang ke depan setelah BAB atau BAK dapat menyebabkan ISK. Karena gerakan ini dapat menyeret bakteri dari daerah dubur menuju uretra (saluran kencing). Spermisida Spermisida dapat meningkatkan risiko Infeksi Saluran Kencing, karena dapat menyebabkan iritasi kulit pada beberapa wanita. Hal ini meningkatkan risiko bakteri masuk ke dalam kandung kemih. Kondom Kondom lateks dapat menyebabkan peningkatan gesekan selama hubungan suami istri sehingga dapat mengiritasi kulit. Hal ini dapat meningkatkan risiko Infeksi Saluran Kencing pada beberapa individu. Namun, kondom penting untuk mengurangi penyebaran infeksi menular seksual. Diabetes Diabetes dapat membuat pasien lebih rentan terkena ISK. Kurangnya Hormon Estrogen Setelah menopause, hilangnya estrogen akan mengubah bakteri normal dalam jalan lahir. Hal ini dapat meningkatkan risiko Infeksi Saluran Kemih. Penggunaan Kateter Penggunaan kateter (selang kencing) jangka panjang dapat meningkatkan risiko ISK. Karena kateter akan membuat bakteri lebih mudah untuk masuk ke kandung kemih. Gejala Infeksi Saluran Kemih (ISK) Tanda dan Gejala ISK tergantung pada bagian saluran kemih yang terinfeksi. Gejala Infeksi Saluran Kemih bagian Bawah ISK bagian bawah yaitu infeksi pada uretra dan kandung kemih. Gejala yang ditimbulkannya antara lain: Rasa panas atau nyeri saat kencing Terasa ibgin kencing terus tapi keluarnya
hanya sedikit-sedikit (anyang-anyangan) Air kencing (urin) berdarah Urin keruh Urin bau menyengat Nyeri di bawah pusar Nyeri di daerah rectum Gejala Infeksi Saluran Kemih Bagian Atas ISK bagian atas yaitu infeksi pada ginjal. Hal ini berpotensi mengancam kehidupan, karena jika bakteri bergerak dari ginjal menuju ke peredaran darah, maka bisa terjadi sepsis yang dapat menyebabkan tekanan darah menjadi sangat rendah, syok, dan kematian. Gejala ISK bagian atas meliputi: Rasa sakit dan nyeri di punggung atas dan samping Demam Menggigil Mual Muntah Wanita yang sedang hamil dan mengalami gejala ISK harus segera periksa ke dokter. Karena ISK selama kehamilan dapat menyebabkan persalinan prematur dan tekanan darah tinggi. ISK selama kehamilan juga lebih mungkin untuk menyebar ke ginjal. Pengobatan Infeksi Saluran Kemih Karena sebagian besar ISK disebabkan oleh bakteri, maka pengobatan yang tepat yaitu menggunakan antibiotik. Untuk ISK bagian bawah dapat diobati dengan antibiotik oral (obat minum). Sedangkan ISK bagian atas akan lebih baik menggunakan antibiotik intravena (suntikan melalui infus). Namun demikian, terkadang bakteri mengembangkan sifat resistensi (kebal) terhadap antibiotik. Untuk mengatasi hal ini diperlukan Kultur urin dan tes resistensi untuk melihat antibiotik mana yang efektif. Pencegahan ISK Berikut ini beberapa langkah sederhana yang dapat membantu mencegah Infeksi saluran kemih: Cebok dengan menyeka dari depan ke belakang setelah buang air kecil atau buang air besar Minum air putih yang banyak, 6 sampai 8 gelas Minum air putih setelah berhubungan suami-istri Jangan menahan kencing lama-lama Hindari celana ketat Mandi dengan air mengalir, jangan berendam di bak mandi Langkah di atas dapat mengurangi risiko terkena infeksi saluran kemih, tapi masih mungkin terkena lho ya..! semoga bermnafaat. Bersumber dari: Infeksi Saluran Kemih – Penyebab, Gejala, dan Pengobatan | Mediskus
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Inkontinensia urin tampaknya akan menjadi salah satu masalah kesehatan dan psikososial yang sering dijumpai di masa mendatang seiring dengan makin banyaknya jumlah usia lanjut di Indonesia. Inkontinensia urin seringkali menyebabkan pasien dan atau keluarganya frustasi, bahkan depresi. Bau yang tidak sedap, perasaan kotor, tidak suci untuk beribadah tentu menimbulkan masalah sosial dan psikologis. Selain itu, adanya inkontinensia urin juga akan mengganggu aktivitas fisik, seksual, dan pekerjaan. Secara tidak langsung masalah itu juga dapat menyebabkan dehidrasi karena umumnya pasien akan mengurangi minumnya karena khawatir mengompol. Dekubitus, infeksi saluran kemih berulang, jatuh, dan tidak kalah pentingnya adalah biaya perawatan yang tinggi untuk pembelian pampers, kateter adalah masalah yang juga dapat timbul akibat inkontinensia urin.
B. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
RUMUSAN MASALAH Apa yang dimaksud dengan inkontinensia urin? Apa saja klasifikasi dari inkontinensia urin? Apa saja penyebab dari inkontinensia urin? Apa saja manifestasi klinis inkontinensia urin? Bagaimana proses terjadinya inkontinensia urin? Apa saja penatalaksanaan untuk inkontinensia urin? Pemeriksaan penunjang apa saja yang dilakukan pada inkontinensia urin? Bagaimana WOC dari inkontinensia urin? Apa saja asuhan keperawatan pada inkontinensia urin?
C. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
TUJUAN Untuk mengetahui apa itu inkontinensia urin. Untuk mengetahui klasifikasi inkontinensia urin. Untuk mengetahui etiologi inkontinensia urin. Untuk mengetahui manifestasi klinis inkontinensia urin. Untuk mengetahui patofisiologi inkontinensia urin. Untuk mengetahui penatalaksanaan inkontinensia urin. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang inkontinensia urin. Untuk mengetahui WOC inkontinensia urin. Untuk mengetahui auhan keperawatan inkontinensia urin. BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan.(Brunner & Suddart. 2002)
Inkontinensia urin merupakan urin yang keluar tidak terkendali dan tidak diduga.(Mary Baradero,dkk. 2009) Inkontinensia urin ialah kehilangan control berkemih yang dapat bersifat sementara atau menetap. (Potter & Perry. 2006) B. KLASIFIKASI Menurut Brunner & Suddart: 1. Inkontinensia stress Merupakan eliminasi urin diluar keinginan melalui uretra sebagai akibat dari peningkatan mendadak pada tekanan intra-abdomen. Tipe inkontinensia ini paling sering ditemukan pada wanita dan dapat disebabkan oleh cedera obstetric, lesi kolum vesika urinaria, kelainan ekstrinsik pelvis, fistula, disfungsi detrusor dan sejumlah keadaan lainnya. Disamping itu, gangguan ini dapat terjadi karena kelainan congenital (ekstrofi vesika urinaria, ureter ektopik). 2. Inkontinensia urgensi Terjadi bila pasien merasakan dorongan atau keinginan untuk urinasi tetapi tidak mampu menahannya cukup lama sebelum mencapai toilet. Pada banyak kasus, kontraksi kandung kemih yang tidak dihambat merupakan factor yang menyertai; keadaan ini dapat terjadi pada pasien disfungsi neurologi yang mengganggu penghambatan kontraksi kandung kemih atau pada pasien dengan gejala local iritasi akibat infeksi saluran kemih atau tumor kandung kemih. 3. Inkontinensia overflow Ditandai oleh eliminasi urin yang sering dan kadang-kadang terjadi hampir terus-menerus dari kandung kemih. Kandung kemih tidak dapat mengosongkan isinya secara normal dan mengalami distensi yang berlebihan. Meskipun eliminasi urin terjadi dengan sering,kandung kemih tidak pernah kosong. Inkontinensia overflow dapat disebabkan oleh kelainan neurologi (yaitu, lesi medulla spinalis) atau oleh factorfaktor yang menyumbat saluran keluar urin (yaitu,penggunaan obat-obatan, tumor, struktur dan hyperplasia prostat). 4. Inkontinensia fungsional Merupakan inkontinensia dengan fungsi saluran kemih bagian bawah yang utuh tetapi ada factor lain, seperti gangguan kognitif berat yang membuat sulit untuk mengidentifikasi perlunya urinasi (misalnya demensia Alzheimer) atau gangguan fisik yang menyebabkan pasien sulit atau tidak mungkin menjangkau toilet untuk melakukan urinasi. 5. Inkontinensia reflex Merupakan kehilangan urin yang tidak disadari bila volume tertentu telah tercapai, terjadi pada Interval yang dapat diperkirakan. Gangguan neurologic seperti pada lesi sum-sum tulang belakang. (Barbara C. Long. 1996)
C. ETIOLOGI 1. Cerebral clouding Merupakan gangguan pengendalian serebral berupa status mental yang disifatkan dengan bingung, penurunan persepsi, kurang perhatian dan mengakibatkan disorientasi terhadap waktu, tempat, dan lain-lain. 2. Infeksi 3. Gangguan jalur dari saraf pusat (lesi korteks) 4. Lesi neuron atas 5. Lesi motor neuron bawah 6. Kerusakan jaringan D. FAKTOR YANG BERHUBUNGAN Factor-faktor yang ada hubungan Penyebab Kesadaran Kemampua Busur Respon akibatnya inkontinensi
kebutuhan
n korteks
a urin
untuk
untuk
kemih
berkemih
menahan
terhadap
terganggu
berkemih Terganggu
pengisian Normal
Cerebral
refleks
Bekerja
kandung
clouding
Berkemih tidak terkendali akibat respon
Infeksi
Bekerja
Meningkat
reflek. Berkemih
Bekerja tapi
Mendapat
terkalahkan
stimulus
karena
oleh respon
tidak normal
respon
Gangguan
Berkurang
reflek yang
reflek yang
kuat
kuat
Terganggu
(terpaksa). Berkemih
Bekerja
Meningkat
jalur dari sel
karena
saraf pusat
respon
(lesi korteks) Lesi neuron
reflek. Berkemih
Rusak
Rusak
Bekerja,
Meningkat
atas
tapi tidak
karenarespo
Lesi motor
tepat Rusak atau
Rusak atau
n reflek. Distensi
terganggu
terganggu
atau
Rusak
Rusak
neuron bawah
pengosonga n tidak
Kerusakan jaringan
bekerja
Ada, tapi
bekerja
normal
sempurna. Hilang
berfungsi
kendali
karena
berkemih
respon otot
karena otot-
jelek
otot terganggu.
D. MANIFESTASI KLINIS 1. Inkontinensia stress : Keluarnya urin selama batuk, mengedan, dan sebagainya. Gejala-gejala ini sangat spesifik untuk inkontinensia stress. 2. Inkontinensia urgensi : ketidak mampuan menahan keluarnya urin dengan gambaran seringnya terburu-buru untuk berkemih. 3. Enuresis nocturnal : 10% anak usian 5 tahun dan 5% anak usia 10 tahun mengompol selama tidur. Mengompol pada anak yang lebih tua merupakan sesuatu yang abnormal dan menunjukan adanya kandung kemih yang tidak stabil. 4. Gejala infeksi urine (frekuensi, disuria, nokturia), obstruksi(pancara lemah, menetes), trauma (termasuk pembedahan, misalnya reseksi abdominoperineal), fistula (menetes terus menerus), penyakit neurologis (disfungsi seksual atau usus besar) atau penyakit sistemik (misalnya diabetes) dapat menunjukan penyakit yang mendasari. 5. Ketidak nyamanan daerah pubis. 6. Distensi vesika urinaria. 7. Ketidak sanggupan untuk berkemih. 8. Sering berkemih, saat vesika urinaria berisi sedikit urine (20-50 ml). 9. Ketidak seimbangan jumlah urine yang dikeluarkan dengan asupannya. 10. Meningkatkan keresahan dan keinginanan berkemih. 11. Adanya urine sebanyak 3000-4000 ml dalam kandung kemih. 12. Tidak merasakan urine keluar. 13. Kandung kemih terasa penuh walaupun telah buang air kecil. E. PATOFISIOLOGI Pengendalian kandung kencing dan sfinkter diperlukan agar terjadi pengeluaran urin secara kontinen. Pengendalian memerlukan kegiatan otot normal diluar kesadaran dan yang di dalam kesadaran yang dikoordinasi oleh reflex urethrovesica urinaria. Pengertian tentang keteraturan stimulus saraf dan kegiatan otot dapat membantu perawat bagaimana kontinen dapat dapat dipertahankan. Bila terjadi pengisian kandung kecing, tekanan didalam kandung kemih meningkat. Otot detrusor (lapisan yang tiga dari dinding kandung kencing) memberikan respon dengan relaksasi agar memperbesar volume daya tampung. Bila titik daya tampung telah dicapai, biasanya 150 sampai 200 ml urin daya rentang reseptor yang terletak pada dinding kandung kemih mendapat rangsang. Stimulus ditransmisi lewat serabut reflek eferan ke lengkungan pusat reflex untuk mikstrurirasi. Impuls kemudian disalurkan melalui serabut eferen dari lengkungan refleks ke kandung kemih, menyebabkan kontraksi otot detrusor. Sfinkter interna yang dalam keadaan normal menutup, serentak bersama-sama membuka dan urin masuk ke urethra posterior. Relaksasi sfinkter eksterna dan otot perincal mengikuti dan isi kandung kemih keluar. Pelaksanaan kegiatan refleks bisa
mengalami interupsi dan berkemih ditangguhkan melalui dikeluarkannya impuls inhibitori dari pusat kortek yang berdampak kontraksi diluar kesadaran dari sfinker eksterna. Bila salah satu bagian dari fungsi yang komlek ini rusak, bisa terjadi inkontinensia urin. Cerebral clouding (fungsi otak menurun) pada orang lanjut usia adalah biasa. Pada banyak kejadian orang lanjut usia inkontinen karena berkurangnya kesadaran kebutuhan untuk mengosongkan kandung kemih. Bentuk inkontinen ini seringkali tidak ada hubungan dengan kelainan patologi pada tingkat otak. Cerebral clouding terjadi juga pada orang sakit akut yang menderita begitu sakit sehingga otak tumpul. Mereka tidak dapat berfikir dan tidak mempunyai energy untuk mengendalikan di luar kesadaran. Demikian juga seseorang dalam keadaan koma mengalami inkontinen, karena hilangnya kemampuan diluar kesadaran pembukaan sfinter eksterna. Bila air kencing sudah masuk ke urethra posterior, kandung kencing berkontraksi dan air kemih keluar. Hal seperti ini menyebabkan kenapa seseorang berkemih pada waktu anesthesia. Infeksi dimana saja pada saluran kemih dapat berdampak inkontinen, karena bakteri pada saluran kemih menyebabkan iritasi pada lapisan mukosa kandung kemih dan menstimulir rethrovesica urinaria. inkontinen terjadi sebagai dampak dari ketidakmampuan untuk menahan reflek urethro vesica urinaria dengan sempurna oleh pusat-pusat yang lebih tinggi. Gangguan reflek urethro vesicalis dapat terjadi karena lesi tulang sum-sum belakang atau rusak saraf perifer dari kandung kemih. Bentuk kontinen ini dapat terlihat pada orang dengan malforsi sum-sum belakang, cedera, tumor dan pada mereka dengan komprs sum-sum akibat patah vertebra, diskus yang hernia, tumor metastase di sum-sum belakang pasca bedah. Bentuk kesulitan ini dapat berakibat kepada dua jenis respon yang dikenal sebagai neurogenik vesicalis. Orang yang menderita neurogenic vesikalis tidak mempunyai cara untuk mengetahui kapan berkemih itu terjadi. Cedera diatas tingkat S2 dari sum-sum belakang atau gangguan pusat cerebrocortical tidak merusak reflek berkemih, walupun bisa menghilangkan keteraturan. Lesi bisa merusak potensi kortek untuk menahan reflek. Dampaknya adalah “motor neuron atas” atau kandung kencing yang automatis. Kandung kemih menjadi hipertosis dan hanya mempunyai sedikit kapasitas (kurang dari 150 ml). Peningkatan tonus detrusor dan peningkatan sensitifitas terhadap jumlah urin yang sedikit di dalam kandung kemih berdampak mendahului reflek berkemih dan berpotensi terjadi refluks vesicourethral. Kerusakan saraf cauda equina atau segmen sakrum bisa berdampak pada lengkungan refleks oleh interupsi aferennya, eferannya oleh komponen sentral. Berakibat terjadi “motor neuron bawah” atau kandung kemih lemah. Kandung kemih menjadi hipotonis dengan kapasitas 500 ml atau lebih. Inkontinen luapan, retensi residu urin, dan potensi vesicourethra refluks merupakan masalah yang didorong oleh kandung kemih yang hipotosis. Inkontinen karena luapan dianggap disebabkan oleh tekanan dari kandung kemih yang distensi oleh otot-otot abdomen. Residu urin adalah, urin yang masih berada di dalam kandung kemih setelah pengosongan yang tidak sempurna, merupakan media untuk berkembangnya bakteri dan infeksi saluran kemih menjadi lumrah.
Kerusakan jaringan dari sfingter kandung kemih oleh instrumen, bedah atau kecelakaan, parut yang ditinggalkan infeksi, lesi yang mengenai sfingter atau relaksasi struktur perineum dapat berakibat intontinen urin. Sebab inkontinen yang akhir kadang-kadang sering timbul setelah melahirkan anak. Masalah sifatnya lokal dan tidak menyangkut saraf. F. PENATALAKSANAAN 1. Kateterisasi Ada tiga macam kateterisasi pada inkontinensia urine : a. Kateterisasi luar Terutama pada pria yang memakai system kateter kondom. Efek samping yang utama adalah iritasipad kulit dan sering lepas. b. Katerisasi intermiten Katerisasi secara intermiten dapat dicoba, terutam pada wanita lanjut usia yang menderita inkontinensia urine. Frekuensi pemasangan 24x sehari dengan sangat memperhatikan sterilisasi dan tehnik prosedurnya. c. Kateterisasi secar menetap Pemasangan kateter secara menetap harus benar-benar dibatasi pada indikasi yang tepat. Misalnya untuk ulkus dekubitus yang terganggu penyembuhannya karena ada inkontinensia urine ini. Komplikasi dari kateterisasi secara terus-menerus ini disamping infeksi. Juga menyebabkan batu kandung kemih, abses ginjal dan bahkan proses keganasan dari saluran kemih. 2. Medikasi a. Estrogen, untuk mengurangi atropik vanigitis uretra dan memulihkan uretra yang supel b. Antikolinergik, untuk mengurangi spastisitas kandung kemih, relaksasi otot. c. Kolinergik, untuk memperbaiki kandung kemih yang flaksid dengan menstimulasi kontraksi kandung kemih. d. Penyekat alfa-adrenergik, untuk mengurangi spastisitas leher kandung kemih e. Simpatomimetik, untuk meningkatkan tonus leher kandung kemih dan uretra f. Penyekat saluran kalsium, untuk mengurangi kontraksi otot detrusor. 3. Diet Modifikasi diet terdiri dari penjadwalan asupan cairan. Asupan cairan setelah makan malam perlu dikurangi.makanan yang dapat menstimulasi kandung kemih perlu dihindari, misalnya kopi, the, alcohol, dan cokelat. Pengelolaan inkontinensia urine pada penderita usia lanjut, secara garis besar dapat dikerjakan sebagai berikut : a. Program rehabilitasi 1) Melatih respon kandung kemihagar baik lagi
2) 3) 4) 5) 6) 7)
Melatih perilaku berkemih Latihan otot-otot dasar panggul Modifikasi tempat untuk berkemih Kateterisasi baik secara berkala atau menetap Obat-obatan, antara lain untuk relaksasi kandung kemih, esterogen Pembedahan, misalnya untuk mengangkat penyebab sumbatan atau keadaan patologi lain. Menurut Kane dkk, untuk masing-masing tipe dari inkontinensia ada beberapa hal khusus yang dianjurkan, misalnya :
1. a. b. c. d. 2. a. b. c. 3. a. b. c. d.
Inkontinensia tipe stress Latihan otot-otot dasar panggul Latihan penyesuaian berkemih Obat-obatan untuk merelaksasi kandung kemih dan estrogen Tindakan pembedahan memperkuat muara kandung kemih Inkontinensia tipe urgensi Latihan mengenal berkemih dan menyesuaikan Obat-obatan untuk merelaksasikan kandung kemih dan estrogen Tindakan pembedahan untuk mengambil sumbatan dan lain-lain keadaan patologik yang menyebabkan iritasi saluran kemih bagian bawah. Inkontinensia tipe fungsional Penyesuaian sikap berkemih antara lain dengan jadwal dan kebiasaan berkemih Pakaian dalam dan kain penyerap khusus lainnya. Penyesuaian atau modifikasi lingkungan tempat berkemih. Kalau perlu digunakan obat-obatan yang merelaksasikan kandung kemih
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG Tes diagnostik pada inkontinensia urin (Menurut Ouslander) Tes diagnostik pada inkontinensia perlu dilakukan untuk mengidentifikasi faktor yang potensial mengakibatkan inkontinensia, mengidentifikasi kebutuhan klien dan menentukan tipe inkontinensia. 1. Mengukur sisa urine setelah berkemih Dilakukan dengan cara : Setelah buang air kecil, pasang kateter, urin yang keluar melalui kateter diukur atau menggunakan pemeriksaan ultrasonik pelvis, bila sisa urin > 100 cc berarti pengosongan kandung kemih tidak adekuat. Urinalisis, dilakukan terhadap spesimen urine
2. a) b) 3.
4. 5.
6. 7. 8. 9.
yang bersih untuk mendeteksi adanya factor yang berperan terhadap terjadinya inkontinensia urin seperti hematuri, piouri, bakteriuri, glukosuria, dan proteinuria. Tes diagnostik lanjutan perlu dilanjutkan bila evaluasi awal didiagnosis belum jelas. Tes lanjutan tersebut adalah : Tes laboratorium tambahan seperti kultur urin, blood urea nitrogen, creatinin, kalsium glukosa sitologi. Tes urodinamik adalah untuk mengetahui anatomi dan fungsi saluran kemih bagian bawah Tes tekanan urethra adalah mengukur tekanan di dalam urethra saat istirahat dan saat dinamis Imaging adalah tes terhadap saluran perkemihan bagian atas dan bawah. Pemeriksaan penunjang Uji urodinamik sederhana dapat dilakukan tanpa menggunakan alat-alat mahal. Sisa-sisa urine pasca berkemih perlu diperkirakan pada pemeriksaan fisis. Pengukuran yang spesifik dapat dilakukan dengan ultrasound atau kateterisasi urine. Merembesnya urin pada saatdilakukan penekanan dapat juga dilakukan. Evaluasi tersebut juga harus dikerjakan ketika kandung kemih penuh dan ada desakan keinginan untuk berkemih. Diminta untuk batuk ketika sedang diperiksa dalam posisi litotomi atau berdiri. Merembesnya urin sering kali dapat dilihat. Informasi yang dapat diperoleh antara lain saat pertama ada keinginan berkemih, ada atau tidak adanya kontraksi kandung kemih tak terkendali, dan kapasitas kandung kemih. Laboratorium Elektrolit, ureum, creatinin, glukosa, dan kalsium serum dikaji untuk menentukan fungsi ginjal dan kondisi yang menyebabkan poliuri. Catatan berkemih (voiding record) Catatan berkemih dilakukan untuk mengetahui pola berkemih. Catatan ini digunakan untuk mencatat waktu dan jumlah urin saat mengalami inkontinensia urin dan tidak inkontinensia urin, dan gejala berkaitan dengan inkontinensia urin. Pencatatan pola berkemih tersebut dilakukan selama 1-3 hari. Catatan tersebut dapat digunakan untuk memantau respon terapi dan juga dapat dipakai sebagai intervensi terapeutik karena dapat menyadarkan pasien faktor-faktor yang memicu terjadinya inkontinensia urin pada dirinya. Urinalisis Digunakan untuk melihat apakah ada bakteri, darah dan glukosa dalam urine. Uroflowmeter Digunakan untuk mengevaluasi pola berkemih dan menunjukkan obstruksi pintu bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien berkemih. Cysometry Digunakan untuk mengkaji fungsi neuromuskular kandung kemih dengan mengukur efisiensi refleks otot destrusor, tekana dan kapasitas intravesikal, dan reaksi kandung kemih terhadap rangsangan panas. Urografi ekskretori bawah kandung kemih dengan mengukur laju aliran ketika pasien berkemih :
a. Urografi ekskretorik Disebut juga pielografi intravena, digunakan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi ginjal, ureter dan kandung kemih. b. Kateterisasi residu pascakemih Digunakan untuk menentukan luasnya pengosongan kandung kemih dan jumlah urine yang tersisa dalam kandung kemih setelah pasien berkemih. 10. Sistometrogram dan elektromiogram. Dilakukan untuk mengevaluasi otot detrusor, spingter dan otot perineum. 11. USG kandung kemih, sistoskopi dan IVP. Dilakukan untuk mengkaji struktur dan fungsi saluran kemih. H. ASUHAN KEPERAWATAN 1. Pengkajian a. Identitas klien Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, alamat, suku bangsa, tanggal, jam MRS, nomor registrasi, dan diagnosa medis. b. Riwayat kesehatan 1) Riwayat kesehatan sekarang Berapakah frekuensi inkonteninsianya, apakah ada sesuatu yang mendahului inkonteninsia (stres, ketakutan, tertawa, gerakan), masukan cairan, usia/kondisi fisik, kekuatan dorongan/aliran jumlah cairan berkenaan dengan waktu miksi. Apakah ada penggunaan diuretik, terasa ingin berkemih sebelum terjadi inkontenin, apakah terjadi ketidakmampuan. 2) Riwayat kesehatan dahulu. Apakah klien pernah mengalami penyakit serupa sebelumnya, riwayat urinasi dan catatan eliminasi klien, apakah pernah terjadi trauma/cedera genitourinarius, pembedahan ginjal, infeksi saluran kemih dan apakah dirawat dirumah sakit. 3) Riwayat kesehatan keluarga. Tanyakan apakah ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit serupa dengan klien dan apakah ada riwayat penyakit bawaan atau keturunan, penyakit ginjal bawaan/bukan bawaan. c. Pemeriksaan fisik 1) Keadaan umum Klien tampak lemas dan tanda tanda vital terjadi peningkatan karena respon dari terjadinya inkontinensia. 2) Pemeriksaan Sistem
a) B1 (breathing) Kaji pernapasan adanya gangguan pada pola nafas, sianosis karena suplai oksigen menurun. kaji ekspansi dada, adakah kelainan pada perkusi. b) B2 (blood) Peningkatan tekanan darah, biasanya pasien bingung dan gelisah c) B3 (brain) Kesadaran biasanya sadar penuh d) B4 (bladder) Inspeksi: Periksa warna, bau, banyaknya urine biasanya bau menyengat karena adanya aktivitas mikroorganisme (bakteri) dalam kandung kemih serta disertai keluarnya darah apabila ada lesi pada bladder, pembesaran daerah supra pubik lesi pada meatus uretra,banyak kencing dan nyeri saat berkemih menandakan disuria akibat dari infeksi, apakah klien terpasang kateter sebelumnya. Palpasi : Rasa nyeri di dapat pada daerah supra pubik / pelvis, seperti rasa terbakar di urera luar sewaktu kencing / dapat juga di luar waktu kencing. e) B5 (bowel) Bising usus adakah peningkatan atau penurunan, Adanya nyeri tekan abdomen, adanya ketidaknormalan perkusi, adanya ketidaknormalan palpasi pada ginjal. f) B6 (bone) Pemeriksaan kekuatan otot dan membandingkannya dengan ekstremitas yang lain, adakah nyeri pada persendian. 2. Analisa data Data DS: Biasanya pasien mengatakan sering berkemih. DO: Inkontinensia urin
Masalah Gangguan eliminasi urine
etiologi Gangguan sensori motor
Retensi urin DS: Biasanya klien
Gangguan citra tubuh
Kehilangan fungsi tubuh, perubahan keterlibatan
mengungkapkan perasaan
sosial
yang mencerminkan perubahan pandangan tentang tubuh individu. DO: Respon nonverbal terhadap perubahan actual pada tubuh. Perubahan actual pada fungsi danstruktur tubuk DS: Biasanya klien mengatakan gelisah. Klien mengeluhkan kekhawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup. Klien mengatakan susah tidur.
ansietas
Perubahan dalam status kesehatan
DO: Klien tampak cemas. Klien tampak gelisah. Klien insomnia. 3. a. b. c.
Diagnosa keperawatan Gangguan eliminasi urine b/d gangguan sensori motor. Gangguan citra tubuh b/d kehilangan fungsi tubuh, perubahan keterlibatan sosial. Ansietas b/d perubahan dalam status kesehatan.
4. N Diagnose
Criteria hasil
Intervensi
keperawata
berdasarkan NOC
keperawatan
n I
Aktivitas NIC
berdasarkan Urinary contiunence Criteria Hasil: 1. Kandung kemih kosong secara penuh. 2. Tidak ada residu urine >100-200 cc. 3. Intake cairan dalam rentang normal. 4. Balance cairan seimbang.
NIC Urinary
1. Lakukan penilaian kemih
retention care
yang komprehensif berfokus pada inkontinensia(misalnya, output urin, pola berkemih,
fungsikognitif) 2. Pantau penggunaan obat dengan sifat antikolinergik 3. Memantau intake dan
output 4. Memantau tingkat distensi kandung kemih dengan palpasi atau perkusi 5. Bantu dengan toilet secara
II
Body image Criteria Hasil: 1. Body image positif 2. Mampu
berkala 6. Kateterisasi Body image 1. kaji secara verbal dan non enhancement
verbal respon klien
terhadap tubuhnya 2. jelaskan tentang
mengidentifikasi
pengobatan dan perawatan
kekuatan personal 3. Mendeskripsikan secara
penyakit 3. identifikasi arti
factual perubahan fungsi
pengurangan melalui
tubuh 4. Mempertahankan
pemakaian alat bantu. 4. Fasilitasi kontak dengan
interaksi sosial
individu lain dalam III
Anxiety self control Criteria hasil: 1. klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala
Anxiety reduction (penurunan kecemasan)
kelompok lain 1. Gunakan pendekatan yang menenangkan. 2. Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan
cemas. 2. Mengidentifikasi, mengungkapakan dan menunjukkan teknik untuk mengontrol cemas. 3. Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktifitas
selama prosedur. 3. Pahami prespektif klien terhadap situasi stress. 4. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi takut. 5. Dorong keluarga untuk menemani pasien.
menunjukkan berkurangnya kecemasan. BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Inkontinensia urin merupakan eliminasi urin dari kandung kemih yang tidak terkendali atau terjadi diluar keinginan.(Brunner & Suddart. 2002). Terdapat lima pengklasifikasian inkontinensia urin, yaitu: 1. Inkontinensia stress 2. Inkontinensia urgensi 3. Inkontinensia overflow 4. Inkontinensia fungsional 5. Inkontinensia reflex
1. 2. 3. 4.
Inkontinensia urin dapat disebabkan oleh cerebral clouding, infeksi, gangguan jalur dari saraf pusat (lesi korteks), lesi neuron atas, lesi motor neuron bawah, dan kerusakan jaringan. Inkontinensia urin dapat ditangani dengan beberapa cara,diantaranya adalah: Kateterisasi Medikasi Pengaturan diet Latihan otot panggul.
B. SARAN Sebagai seorang perawat, sudah menjadi kewajiban untuk memberikan tindakan perawatan dalam asuhan keperawatan yang diarahkan kepada pembentukan tingkat kenyamanan pasien, manajemen rasa sakit dan keamanan. Perawat harus mampu mamahami faktor psikologis dan emosional yang berhubungan dengan diagnosa penyakit, dan perawat juga harus terus mendukung pasien dan keluarga dalam menjalani proses penyakitnya.
MANAJEMEN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KATETERISASI KANDUNG KEMIH DAN DRAIN SUPRAPUBIK PENANGANAN RETENSI URINE Adalah hal penting bagi perawat untuk membedakan retensi dari oliguri dan anuri. Pada retensi urine, ginjal memproduksi jumlah urine normal tetapi tidak bisa dikeluarkan dari kandung kemih. Kandung kemih menjadi penuh dan membesar melebihi batas simpisis pubis. Perkusi terhadap kandung kemih akan menghasilkan suara “dull”. Pasien akan merasa sangat tidak nyaman dan ingin segera berkemih. Intervensi keperawatan dapat dilakukan untuk mengatasi retensi tersebut. Jaga privacy, berikan tempat tidur yang hangat, dan posisikan pasien pada posisi normal atau berdiri, gunakan prinsip gravitasi dan peningkatan tekanan intraabdominal untuk mengatasi problem tersebut. Buat suasana yang dapat memberikan suggesti pada pasien untuk berkemih misalnya dengan memperdengarkan suara air mengalir baik secara langsung ataupun dengan menggunakan tape recorder. Berendam air hangat atau kompres hangat pada perut dapat merelaksasikan otot-otot berkemih. Dilatasi anal dengan jari telunjuk kadang dapat merangsang mikturisi. Jika pasien merasa tegang dan cemas, gunakan tehnik distraksi. TUJUAN KATETERISASI Jika tindakan-tindakan tersebut tidak berhasil maka dilaksanakan kateterisasi. Kateter ini bisa dipasang dalam jangka waktu lama maupun singkat. Jika digunakan dalam jangka waktu lama maka akan dilengkapi dengan urine bag. Adapun tujuan dari drainase urine dengan kateter adalah sbb : 1. Meringankan sementara obstruksi anatomis atau fisiologis 2. Memberikan kesempatan penyembuhan dari berbagai bagian dari sistem urinaria setelah bedah 3. Memungkinkan pengukuran output urine pada pasien gawat 4. Menolong ketidak mampuan berkemih 5. Dapat berkemih dengan lancar 6. Dapat mencegah retensi urine pada orang tertentu dengan gangguan fungsi kandung kemih neurogenik 7. Memungkinkan dilakukannya irigasi yang bisa mencegah obstruksi saluran kemih
TIPE-TIPE KATETER Mengembalikan kelancaran aliran kemih adalah merupakan tujuan yang segera harus terpenuhi. Tipe kateter yang dipakai ada beberapa jenis antara lain : 1. Robinson – kateter intermitten dan mudah memasukkannya 2. Caude – prostat hipertrofi (mencegah trauma pada kelenjar prostat) 3. Cateter folley – untuk pemasangan kateter dalam jangka waktu lama 4. Cateter whistle-tip – filiformis untuk striktur uretra. Gambar :
Kateter folley paling banyak dipakai karena mudah dipasang untuk jangka waktu lama guna drainase terus menerus. Kateter ini berlumen dua yang dilengkapi balon pada ujung distal. Balon dikembangkan dengan NaCl atau Aqua steril setelah masuk sampai ke kandung kemih. Pemasangan dauer (kateter yang dipasang terus menerus) harus betul-betul erat guna mencegah terlepasnya kateter. Mengeratkan yang baik dapat mencegah tarikan yang tidak sengaja sehingga terjadi cedera pada kandung kemih atau uretra. Juga untuk mencegah kateter keluar masuk uretra yang memungkinkan infeksi dan iritasi. Kantong urine yang dipakai ada dua jenis yaitu yang dipasang di tempat tidur dan yang dipasang pada kaki. Pada urine bag yang dipasang pada kaki, jangan difiksasi terlalu erat karena akan menimbulkan iritasi pada kulit. Sebelum pemasangan, harus dikaji apakah pasien mempunyai alergi terhadap lateks. PENGELOLAAN KATETERISASI Karena kateter merupakan benda asing yang masuk ke dalam tubuh maka kemungkinan infeksi harus dihindari. Penyebab infeksi pada
saluran kemih umumnya adalah kuman E Coli, Proteus, Klibsiella, Aerobacter, Pseudomonas Aeruginosa, Streptococcus, Staphylococcus, Providencia, dan Serratia Marcescens. Mikroorganisme ini bisa masuk kedalam sistem drainase urine jika sistem ini terbuka oleh berbagai sebab. Untuk itu perlu dipahami prinsip-prinsip dalam pengelolaan sistem drainase sbb : Kegiatan Rasional Jangan melepaskan sambungan kateter, kecuali bila akan dibilas Mencegah masuknya bakteri Mengambil urine untuk pemeriksaan ditusuk dengan jarum suntik, pipa yang akan ditusuk bersihkan dulu dengan alkohol atau providoneiodine Mempertahankan bagian yang tertutup dan mencegah masuknya kuman Jangan sekali-kali meninggikan kantong penampung urine lebih tinggi dari rongga yang sedang di darinase, eratkan kantong kepada rangka tempat tidur bila pasien tidur terlentang dan pada daerah di bawah dengkul bila pasien ambulasi Mencegah urine dari kantong msuk kembali ke kandung kemih, tersedia juga kantong yang dilengkapi katup agar urine tidak bisa kembali Kantong penampung tidak boleh diletakkan di atas lantai Mencegah kontaminasi terhadap sistem Amati pipa melipat atau tidak atau bocor Penyumbatan memungkinkan terjadinya back flow aliran urine ke kandung kemih Mengosongkan kantong penampung ke dalam takaran urine, takaran harus dibersihkan secara teratur Mencegah kontaminasi sistem drainase Perhatikan sistem penampung apakah terdapat sedimen atau bocor Ganti bila terdapat sedimen atau bocor Antibiotik tidak boleh diberikan untuk mencegah infeksi pada kandung kemih untuk menghindari terjadinya resistensi kuman. Yang terpenting adalah perawatan yang adekuat terhadap sistem drainase tersebut. Trauma jaringan dapat terjadi selama pelaksanaan prosedur kateterisasi. Iritasi jaringan atau nekrosis dapat diakibatkan oleh : 1. Pemakaian kateter yang ukurannya kebesaran 2. Penekanan yang berlebihan, misalnya memfiksasi terlalu erat 3. Kurangnya pemakaian jely pada saat memasukkan kateter 4. Penggunaan kateter intermitten yang terlalu sering dapat merusak jaringan kulit
Iritasi lokal atau reaksi alergi sistemik dapat terjadi pada penggunaan kateter karet pada klien dengan riwayat allergi latex. Ini bisa terjadi bila penggunaan kateter latex dilakukan sering kali. Pada pasien ini dapat digunakan kateter yang terbuat dari bahan silikon. PROBLEM SETELAH KATETER DILEPAS Merupakan keadaan yang wajar bila setelah kateter dicabut, dalam beberapa jam masih terjadi tetesan urine, karena terjadi dilatasi otot sfinkter oleh kateter. Bila tetesan terus berlangsung lebih lama dari yang wajar agar segera dilaporkan kepada dokter karena gejala ini merupakan gejala kerusakan sfinkter. Stress karena inkontinen akan bertahan dalam beberapa bulan bila kateter pernah terpasang lebih dari beberapa hari. Ketidakmampuan berkemih biasanya terjadi setelah kateter diangkat. Pada pasien harus dianjurkan banyak minum cairan guna merangsang sfinkter dan harus dikaji kembali kemungkinan terjadinya distensi. Usaha-usaha untuk memperlancar berkemih harus dilaksanakan. Orang tidak boleh lebih lama dari 8 jam tidak berkemih kecuali minum dibatasi. Cystitis (peradangan kandung kencing) bisa terjadi setelah kateter diangkat akibat kurang sempurnanya pengosongan kandung kencing. Karena itu maka abnormalitas mengenai warna, bau, sedimen harus segera dilaporkan. PERAWATAN KLIEN DENGAN DAUER KATETER DI RUMAH Tidak jarang klien setelah boleh pulang ke rumah masih memakai dauer kateter untuk keperluan drainase temporer atau permanen. Idealnya kateter dan pipa penyambung untuk drainase jangan sering dicabut. Namun setiap malam pipa harus dipindahkan dari kantong di paha ke kantong di tempat tidur untuk semalaman kemudian esoknya dipindahkan lagi. Untuk mengurangi resiko kontaminasi, klien harus mencuci tangan dulu, kemudian menghapus kateter dan pipa penyambung dengan alkohol 70 % sebelum membuka dan memasangkan sambungan. Ujung yang tidak disambungkan dari kantong penampung harus ditutup dengan kasa steril yang dieratkan dengan tali karet. Mandi dibawah pancuran atau berendam dengan kateter diperbolehkan asal tidak ada luka bedah yang belum sembuh. Plester yang mengeratkan kateter pada tempatnya hendaknya diganti setelah mandi. Tidak perlu mencabut kateter pada pria atau wanita saat melakukan
hubungan seksual. Pria dapat melipatkan kateter ke penis agar bisa masuk pada waktu berhubungan. Berikan dorongan dan besarkan harapan klien untuk kembali ke kehidupan yang wajar sehingga klien menjadi lebih siap untuk merawat diri sendiri di rumahnya. KATETERISASI INTERMITTEN Kateterisasi intermitten biasanya dilakukan pada pengobatan disfungsi kandung kemih neurogenik sebagai keadaan sekunder dari trauma sumsum tulang belakang, defek akibat melahirkan, retensi urine, dan karena beberapa penyakit kronis. Pengosongan kandung kemih secara periodik bertujuan untuk ihkan urine residu yang merupakan media kultur yang sangat baik untuk multiplikasi bakteri dan melestarikan suplay darah ke dinding kandung kemih disamping untuk mencegah retensi urine dan mencapai kontinen. Pasien rawat inap dengan kateter intermitten sebagai drainase merupakan hal yang sementara dan perlu discharge planning untuk selanjutnya. Walau bagaimanapun juga, tehnik bersih sangat tepat untuk di rumah. Untuk di rumah sakit maka tehnik yang digunakan adalah tehnik steril untuk menurunkan resiko infeksi. Kateter Fr. Robinson No.14 sering dinjurkan dipakai untuk orang dewasa. Air kemih yang didapat setiap kateterisasi harus dilaporkan untuk menjamin kesesuaian jadwal kateterisasi. Kandung kemih tidak boleh menahan lebih dari 300 ml tiap kalinya karena jumlah yang terlalu besar akan menimbulkan distensi kandung kemih dan meningkatkan resiko infeksi. Frekuensi kateterisasi ditentukan oleh jumlah residu air kemih (melebihi 200 ml berarti bahwa kateterisasi harus lebih sering). Biasanya pada orang seperti itu kateterisasi harus dilakukan tiap 4 – 6 jam sekali. Pada beberapa keadaan, tehnik bersih (tidak steril) dianjurkan untuk di rumah. Mencuci tangan dianjurkan untuk tiap kali sebelum kateterisasi. Bersihkan daerah kemaluan, dan bersihkan kateter setelah pemakaian dengan sabun dan air kemudian disimpan di tempat yang bersih. Kateter boleh dipakai bila belum terlalu lunak maupun terlalu keras untuk dimasukkan. Tiap individu memerlukan informasi untuk pelaksanaan prosedur secara mandiri. Pada awalnya, pasien wanita belajar melakukan kateterisasi dengan memakai bantuan cermin untuk memasukkan kateter. Wanita harus belajar memasang kateter sambil duduk pada kursi untuk BAB (commode) dan mempalpasi daerah lubang uretranya sendiri. Untuk pria boleh melakukan sambil duduk atau berdiri. Perlu
diingatkan bahwa pada pria harus memakai lebih banyak pelumas untuk mencegah iritasi uretra. Pengawasan terhadap warna, bau dan adanya sedimen pada urine perlu diajarkan pada pasien yang akan menggunakan kateter intermitten di rumah. Bila ditemukan penyimpangan agar pasien segera mengkonsultasikan dirinya ke sarana kesehatan terdekat. PENGELOLAAN PASIEN DENGAN DRAIN SUPRAPUBIC Kateterisasi suprapubic kadang-kadang diperlukan untuk mengatasi retensi urine, khususnya bila kateterisasi uretral sulit atau berbahaya misalnya pada pasien dengan pembesaran prostat, strictur uretra, atau pada pasien quadriplegic. Kateter suprapubic dimasukkan oleh dokter dengan anastesi lokal. General anestesi dapat digunakan jika memang diperlukan. Untuk mefasilitasi penempatan kateter, kandung kemih harus terisi cairan sebelum kateter dipasang. Jika kandung kemih tidak terisi urine, maka cairan fisiologis dimasukkan ke kandung kemih lewat kateter atau csytoscope. Kulit suprapubic dibersihkan, kemudian dengan tehnik steril cateter dimasukkan melalui lubang kecil incisi kulit ke kandung kemih. Canula dipasang, kemudian kateter dimasukkan kedalam kanula tersebut sehingga membentuk sistem drainase tertutup. Untuk mencegah bocoran, luka incisi dijarit. Potensial komplikasi dari drainase suprapubic ini adalah antara lain pergeseran kateter, hematuria, dan kegagalan penyembuhan luka yang menimbulkan fistula. Klien dengan kateter suprapubic membutuhkan perawatan yang sama dengan klien dengan kateterisasi uretra. Masalah yang paling sering ditemui adalah obstruksi kateter karena terlipat atau adanya sedimen dan bekuan darah. MASALAH PERAWATAN PADA PASIEN DENGAN KATETERISASI DAN DRAIN SUPRAPUBIK 1. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b/d masuknya benda asing ke kulit, adanya luka, luapan urine, reaksi kulit terhadap urine. - kaji adanya iritasi, kemerahan, gatal-gatal dan keadaan kateter - bersihkan dengan air hangat
- jaga kebersihan kateter 2. Gangguan body image b/d adanya stoma, kehilangan kemampuan mengontrol berkemih, terpasangnya alat. - review indikasi kateterisasi - jawab semua pertanyaan pasien mengenai keadaannya - anjurkan klien untuk mengungkapkan perasaannya - catat penolakan terhadap perawatan yang diberikan - libatkan pasien untuk merawat dirinya - anjurkan keluarga untuk memotivasi klien - rencanakan aktivitas yang bisa dilaksanakan klien - motivasi klien untuk menghadapi kehidupan normal 3. Nyeri b/d disrupsi kulit/jaringan, luka incisi, ketakutan dan kecemasan. - kaji tingkatan nyeri, lokasi, karakteristik dan intensitas - auskultasi bowell sounds - amati aliran urine dan karakteristiknya - anjurkan pasien untuk menyatakan keadaannya - anjurkan tehnik relaksasi dan distraksi - bantu latihan ROM - kolaborasi : analgetik 4. Resiko tinggi disfungsi seksual b/d penurunan fungsi tubuh, kesulitan ereksi, respon pasangan yang tidak adekuat. - informasikan tentang hubungan seksual dan kaitannya dengan keadaannya - review anatomi dan fisiologi fungsi seksual - diskusikan tentang cara hubungan seks dan waktu yang tepat untuk itu - anjurkan pasangan untuk mendukung klien, gunakan humor secara tepat - terangkan bahwa keadaan sekarang tidak akan menimbulkan impotensi 5. Deficit pengetahuan tentang kondisi, prognosa dan pengobatan b/d kurangnya informasi, misinterpretasi, kurang menangkap informasi. - evaluasi keadaan emosional pasien dan kemampuan psikisnya
- review anatomi, fisiologi dan implikasi kateterisasi, diskusikan keadaan setelah sembuh - berikan informasi tentang cara perawatan - demontrasikan cara perawatan - intruksikan pasien melaksanakan latihan otot perkemihan - anjurkan nutrisi adekuat - diskusikan tentang asupan diet asam, hindari sodium bikarbonat dan antasid 6. Resiko tinggi infeksi b/d pertahanan tubuh yang tidak adekuat (kerusakan kulit/incisi, refluk urine ke saluran urinaria. - catat perubahan karakteristik urine - test pH urine dengan kertas nitrasin - kaji kemerahan, gatal-gatal dan nyeri - inspeksi area kateterisasi dan incisi - monitor vital signs - kolaborasi : antifungal powder, ascorbic acid LATIHAN PENGEMBALIAN FUNGSI OTOT KEMIH Ketika kateter dicabut setelah pemakaian dalam jangka waktu lama, maka sering terjadi inkontinensia urine pada pasien. Untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan latihan perineum sbb : 1. Kencangkan otot perineum seperti akan mencegah berkemih. Tahan dalam hitungan 10 kemudian kendurkan. 2. Tarik nafas sambil melipat bibir pada saat mengencangkan otot perineum 3. Berjongkok seperti akan BAB, kendurkan dan kemudian kencangkan otot perineum 4. Duduk pada toilet dengan lutut direntangkan ke samping, alirkan dan hentikan berkemih. Diposkan oleh A@ SOIM H di 02.59 ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK) Kumpulan Asuhan Keperawatan Kumpulan Askep
Kumpulan Askep Askep
INFEKSI SALURAN KEMIH (ISK)
A. Pengertian Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih. (Agus Tessy, 2001) Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada saluran kemih. (Enggram, Barbara, 1998)
B. Klasifikasi Klasifikasi infeksi saluran kemih sebagai berikut : 1. Kandung kemih (sistitis) 2. Uretra (uretritis) 3. Prostat (prostatitis) 4. Ginjal (pielonefritis)
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi:
1. ISK uncomplicated (simple) ISK sederhana yang terjadi pada penderita dengan saluran kencing tak baik, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini pada usi lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai mukosa superficial kandung kemih. 2. ISK complicated Sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman penyebab sulit diberantas, kuman penyebab sering resisten terhadap beberapa macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila terdapat keadaan-keadaan sebagi berikut: o
Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap dan prostatitis.
o
Kelainan faal ginjal: GGA maupun GGK.
o
Gangguan daya tahan tubuh
o
Infeksi yang disebabkan karena organisme virulen sperti prosteus spp yang memproduksi urease.
C. Etiologi 1. Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain: o
Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
o
Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
o
Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
2. Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
o
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang kurang efektif
o
Mobilitas menurun
o
Nutrisi yang sering kurang baik
o
Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral
o
Adanya hambatan pada aliran urin
o
Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat
D.
Patofisiologi
Infeksi Saluran Kemih disebabkan oleh adanya mikroorganisme patogenik dalam traktus urinarius. Mikroorganisme ini masuk melalui : kontak langsung dari tempat infeksi terdekat, hematogen, limfogen. Ada dua jalur utama terjadinya ISK yaitu asending dan hematogen.
Secara asending yaitu: o
Masuknya mikroorganisme dalm kandung kemih, antara lain: factor anatomi dimana pada wanita memiliki uretra yang lebih pendek daripada laki-laki sehingga insiden terjadinya ISK lebih tinggi, factor tekanan urine saat miksi, kontaminasi fekal, pemasangan alat ke dalam traktus urinarius (pemeriksaan sistoskopik, pemakaian kateter), adanya dekubitus yang terinfeksi.
o
Naiknya bakteri dari kandung kemih ke ginjal.
Secara hematogen yaitu: Sering terjadi pada pasien yang system imunnya rendah sehingga mempermudah penyebaran infeksi secara hematogen Ada beberapa hal yang mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal sehingga mempermudah penyebaran hematogen, yaitu: adanya bendungan total urine yang mengakibatkan distensi kandung kemih, bendungan intrarenal akibat jaringan parut, dan lain-lain.
Pada usia lanjut terjadinya ISK ini sering disebabkan karena adanya:
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap atau kurang efektif.
Mobilitas menurun
Nutrisi yang sering kurang baik
System imunnitas yng menurun
Adanya hambatan pada saluran urin
Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat tersebut mengakibatkan distensii yang berlebihan sehingga menimbulkan nyeri, keadaan ini mengakibatkan penurunan resistensi terhadap invasi bakteri dan residu kemih menjadi media pertumbuhan bakteri yang selanjutnya akan mengakibatkan gangguan fungsi ginjal sendiri, kemudian keadaan ini secara hematogen menyebar ke suluruh traktus urinarius. Selain itu, beberapa hal yang menjadi predisposisi ISK, antara lain: adanya obstruksi aliran kemih proksimal yang menakibtakan penimbunan cairan bertekanan dalam pelvis ginjal dan ureter yang disebut sebagai hidronefroses. Penyebab umum obstruksi adalah: jaringan parut ginjal, batu, neoplasma dan hipertrofi prostate yang sering ditemukan pada laki-laki diatas usia 60 tahun.
E. Tanda dan Gejala 1. Tanda dan gejala ISK pada bagian bawah adalah : o
Nyeri yang sering dan rasa panas ketika berkemih
o
Spasame pada area kandung kemih dan suprapubis
o
Hematuria
o
Nyeri punggung dapat terjadi
2. Tanda dan gejala ISK bagian atas adalah : o
Demam
o
Menggigil
o
Nyeri panggul dan pinggang
o
Nyeri ketika berkemih
o
Malaise
o
Pusing
o
Mual dan muntah
F. Pemeriksaan Penunjang 1. Urinalisis o
Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK. Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sediment air kemih
o
Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis o
Mikroskopis
o
Biakan bakteri
3. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik 4. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria utama adanya infeksi. 5. Metode tes o
Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
o
Tes Penyakit Menular Seksual (PMS) : Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
o
Testes tambahan : Urogram intravena (IVU), Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.
G.
Penatalaksanaan
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhaap flora fekal dan vagina. Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
Terapi antibiotika dosis tunggal
Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah. Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin), trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium, suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan akibat infeksi. Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkina adanya:
Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
Interansi obat
Efek samping obat
Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
Efek nefrotosik obat
Efek toksisitas obat
Askep ISK di sini dan di sini Sumber : http://kumpulan-asuhan-keperawatan.blogspot.com/2009/01/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan.html
Asuhan
Keperawatan
pada
Pasien
A. Pengkajian 1. Pemerikasaan fisik: dilakukan secara head to toe 2. Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko: o
Adakah riwayat infeksi sebelumnya?
dengan
Infeksi
Saluran
Kemih
(ISK)
o
Adakah riwayat obstruksi pada saluran kemih?
3. Adanya faktor predisposisi pasien terhadap infeksi nosokomial o
Bagaimana dengan pemasangan folley kateter ?
o
Imobilisasi dalam waktu yang lama ?
o
Apakah terjadi inkontinensia urine?
4. Pengkajian dari manifestasi klinik infeksi saluran kemih o
Bagaimana pola berkemih pasien? untuk mendeteksi factor predisposisi terjadinya ISK pasien (dorongan, frekuensi, dan jumlah)
o
Adakah disuria?
o
Adakah urgensi?
o
Adakah hesitancy?
o
Adakah bau urine yang menyengat?
o
Bagaimana haluaran volume orine, warna (keabu-abuan) dan konsentrasi urine?
o
Adakah nyeri-biasanya suprapubik pada infeksi saluran kemih bagian bawah ?
o
Adakah nyesi pangggul atau pinggang-biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas ?
o
Peningkatan suhu tubuh biasanya pada infeksi saluran kemih bagian atas.
5. Pengkajian psikologi pasien: o
Bagaimana perasaan pasien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah dilakukan?
o
Adakakan perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya.
B. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan sruktur traktus urinarius lain. 2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain. 3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi.
C. Intervensi 1. Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan inflamasi dan infeksi uretra, kandung kemih dan struktur traktus urinarius lain. Kriteria Hasil : o
Nyeri berkurang / hilang saat dan sesudah berkemih
Intervensi:
o
Pantau perubahan warna urin, pantau pola berkemih, masukan dan keluaran setiap 8 jam dan pantau hasil urinalisis ulang Rasional: untuk mengidentifikasi indikasi kemajuan atau penyimpangan dari hasil yang diharapkan
o
Catat lokasi, lamanya intensitas skala Rasional: membantu mengevaluasi tempat obstruksi dan penyebab nyeri
o
Berikan tindakan nyaman, Rasional: meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan otot.
o
Berikan Rasional: untuk mencegah kontaminasi uretra
o
Jika dipaang kateter, perawatan kateter 2 kali per hari. Rasional: Kateter memberikan jalan bakteri untuk memasuki kandung kemih dan naik ke saluran perkemihan.
o
Alihkan perhatian pada hal Rasional : relaksasi, menghindari terlalu merasakan nyeri.
(1-10) seperti
perawatan
nyeri. pijatan. perineal
yang
menyenangkan
2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur traktus urinarius lain. Kriteria Hasil : Pola eliminasi membaik, tidak terjadi tanda-tanda gangguan berkemih (urgensi, oliguri, disuria) Intervensi:
o
Awasi pemasukan dan pengeluaran Rasional: memberikan informasi tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
karakteristi
o
Dorong meningkatkan Rasional: peningkatan hidrasi membilas bakteri.
o
Kaji keluhan pada kandung Rasional: retensi urin dapat terjadi menyebabkan distensi jaringan (kandung kemih/ginjal)
o
Observasi perubahan tingkat kesadaran Rasional: akumulasi sisa uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada susunan saraf pusat
o
Kolaborasi:
pemasukan
elektrolit,
urin cairan
BUN,
kemih
Awasi pemeriksaan laboratorium; Rasional: pengawasan terhadap disfungsi ginjal
kreatinin
Lakukan tindakan untuk memelihara asam urin: tingkatkan masukan sari buah berri dan berikan obat-obat untuk meningkatkan aam urin. Rasional: aam urin menghalangi tumbuhnya kuman. Peningkatan masukan sari buah dapt berpengaruh dalm pengobatan infeksi saluran kemih.
3. Kurangnya pengetahuan tentang kondisi, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya sumber informasi. KriteriaHasil : menyatakan mengerti tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, rencana pengobatan, dan tindakan perawatan diri preventif. Intervensi:
o
Berikan waktu kepada pasien untuk menanyakan apa yang tidak di ketahui tentang penyakitnya. Rasional : Mengetahui sejauh mana ketidak tahuan pasien tentang penyakitnya.
o
Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang Rasional: memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat membuat pilihan beradasarkan informasi.
o
Berikan informasi tentang: sumber infeksi, tindakan untuk mencegah penyebaran, jelaskan pemberian antibiotik, pemeriksaan diagnostik: tujuan, gambaran singkat, persiapan ynag dibutuhkan sebelum pemeriksaan, perawatan sesudah pemeriksaan. Rasional: pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan membantu mengembankan kepatuhan klien terhadap rencan terapetik.
o
Anjurkan pasien untuk menggunakan obat yang diberikan, minum sebanyak kurang lebih delapan gelas per hari. Rasional: Pasien sering menghentikan obat mereka, jika tanda-tanda penyakit mereda. Cairan menolong membilas ginjal.
o
Berikan kesempatan kepada pasien untuk mengekspresikan perasaan dan masalah tentang rencana pengobatan. Rasional: Untuk mendeteksi isyarat indikatif kemungkinan ketidakpatuhan dan membantu mengembangkan penerimaan rencana terapeutik.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges, Marilyn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni made Sumarwati. Edisi: 3. Jakrta: EGC. Enggram, Nugroho,
Barbara. Wahyudi. (2000).
(1998). Keperawatan
Rencana Gerontik.
Asuhan Edisi: 2.
Keperawatan Jakarta: EGC.
Parsudi,
Imam
A.
(1999).
Geriatri
(Ilmu
Kesehatan
Usia
Lanjut).
Jakarta:
FKUI
Price, Sylvia Andrson. (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit: pathophysiologi clinical concept of disease processes. Alih Bahasa: Peter Anugrah. Edisi: 4. Jakarta: EGC Smeltzer, Suzanne C. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddart. Alih Bhasa: Agung Waluyo. Edisi: 8. Jakarta: EGC. Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.