LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA FISIKA
“Perhitungan Ralat”
OLEH Fransiskus Tri Wahyu Hananto(652016021)
PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2017
I. TUJUAN Menentukan perhitungan ralat dari hasil pengukuran balok alumunium Menentukan kesesuaian dalam membuat grafik. Menentukan ketidakpastian dalam pengukuran serta menuliskan hasil pengukuran secara benar. Menentukan jenis-jenis ralat yang terjadi pada saat pengukuran benda tersebut.
II. PENDAHULUAN Maksud suatu pengukuran di dalam ilmu fisika ialah pada umumnya untuk menambah pengetahuan kita tentang besarnya suatu besaran fisika. Karena berbagai sebab tidak mungkin kita mengetahui besaran itu secara eksak, diantaranya : 1. Pada banyak pembacaan, kita harus melakukan suatu pengiraan, yaitu jikalau penunjukan alat pengukur tidak tepat pada suatu garis skala. Hal itu menyebabkan ketidakpastian yang disebut ralat pembacaan. 2. Mengukur berarti mempengaruhi yang diukur. Misalnya seringkali ada yang harus disesuaikan sebelum pengamatan, dan penyesuaian itu tidak mungkin kita lakukan dengan sempurna. Maka kita mengatakan ada ralat penyesuian. 3. Tidak semua sebab yang mempunyai pengaruh terhadap hasil pengukuran selalu dapat kita perhitungkan. Karena itu hasil pengukuran dengan dua cara yang berbeda dapat menghasilkan hasil yang berbeda. Hal ini disbut ralat sistematis. III. BAHAN DAN METODA Bahan : - Tali - Balok besi - Jangka sorong - Buret - Statif - Erlenmeyer - Klem - Corong - Gelas beaker - Neraca pegas - Neraca beban atas - Neraca mettler - Mikrometer sekrup - Air - Penggaris Metoda 1. Diukur panjang, lebar, tinggi dari balok dengan penggaris. 2. Diulangi pengukuran 3 kali dan dihitung nilai rata-rata serta diperiksa ralat dalam semua pengukuran dari balok.
3. Dihitung volume dari balok dan ralat dalam nilai volume dengan metode 6.1 dan 6.2.3 dan dibandingkan. 4. Diulangi 3 langkah sebelumnya menggunakan jangka sorong. 5. Dibandingkan anga penting dan besarnya ralat pada kedua cara pengukuran balok. 6. Diperiksa cara penggunaan dan pembacaan volume dari suatu buret bervolume 50 mL. 7. Diperkirakan ralat pembacaan dan ralat penyesuaian. 8. Diukur volume air dari buret. 9. Diukur massa dari balok menggunakan neraca pegas. 10. Dihitung ralat, ralat mutlak, ralat nisbi, dan kerapatan balok dari massa yang diperoleh. 11. Diukur massa dari balok menggunakan neraca beban atas. 12. Dihitung ralat, ralat mutlak, ralat nisbi, dan kerapatan balok dari massa yang diperoleh. 13. Diukur massa dari balok menggunakan neraca mettler. 14. Dihitung ralat massa untuk neraca mettler. 15. Diukur panjang, lebar, tinggi dari balok dengan mikrometer sekrup. 16. Dihitung luas dan ralat luas untuk mikrometer sekrup. IV. HASIL 1. Pengukuran p, l, t balok alumunium dengan penggaris I II p (cm) 2 2 l (cm) 1,95 2 t (cm) 1,8 1,95 2. Pengukuran p, l, t balok alumunium dengan jangka sorong I II p (cm) 1,79 1,79 l (cm) 1,79 1,79 t (cm) 1,77 1,775 3. Pengukuran volume air dari buret
Atas (mL) Tengah (mL) Bawah (mL)
I 15,9 16,1 16,3
Ketelitian:0,05 cm III 2 1,95 1,95 Ketelitian:0,05mm III 1,79 1,79 1,78 Ketelitian:0,05mL
II 15,9 16,1 16,4
4. Pengukuran massa balok alumunium dengan neraca pegas I II F (N) 0,06 0,08 5. Pengukuran massa balok alumunium dengan neraca beban atas
III 15,9 16,1 16,4 Ketelitian: 0,1 N III 0,08 Ketelitian: 0,2 g
I 21,6
Massa (g)
II 21,6
III 21,6
6. Pengukuran massa balok alumunium dengan neraca mettler I II Massa (g) 21,3940 21,3936
Ketelitian: 0,001 g III 21,3940
7. Pengukuran p, l, t balok alumunium dengan mikrometer sekrup Ketelitian:0,01mm I II III p (mm) 19,5415 19,540 19,5405 l (mm) 19,5405 19,5405 19,5400 t (mm) 19,5220 19,5240 19,5240 V. JAWAB PERTANYAAN 1. A. Pengukuran p, l, t balok alumunium dengan penggaris Ketelitian:0,05 cm I II III p (cm) 2 2 2 l (cm) 1,95 2 1,95 t (cm) 1,8 1,95 1,95 2 𝑐𝑚 ×2 𝑐𝑚×2𝑐𝑚 p= = 2𝑐𝑚 ∆𝑝 = 0,05𝑐𝑚 3
𝑝 ± ∆𝑝 = (20,00 ± 0,50)10−3 𝑚
l=
𝑙 ± ∆𝑙 = (19,70 ± 0,50)10−3 𝑚
t=
1,95 𝑐𝑚 ×2 𝑐𝑚×1,95𝑐𝑚 3
= 1,97𝑐𝑚
1,8 𝑐𝑚 ×1,95 𝑐𝑚×1,95𝑐𝑚 3
= 1,9 𝑐𝑚
∆𝑙 = 0,05𝑐𝑚 ∆𝑝 = 0,05𝑐𝑚
𝑡 ± ∆𝑡 = (19,00 ± 0,50)10−3 𝑚 B. (i) Ralat mutlak 𝑉 =𝑝×𝑙×𝑡 𝑉 = 20,00 × 19,70 × 19,00 × 10−9 𝑚 𝑉 = 7,486 × 10−6 𝑚3 ∆𝑉 = 𝑝𝑙∆𝑡 × 𝑝𝑡∆𝑙 × 𝑡𝑙∆𝑝 ∆𝑉 = [(20.19,7.0,5 + 20.19.0,5 + 19.19,7.0,5) × 10−9 ]𝑚3 ∆𝑉 = [(197 + 190 + 187,15) × 10−9 ]𝑚3 ∆𝑉 = [574,15× 10−9 ]𝑚3 ∆𝑉 = 0,57 × 10−6 𝑚3 Jadi ralat mutlak dapat ditulis : 𝑉 ± ∆𝑉 = (7,49 ± 0,57)10−6 𝑚3 (ii)Ralat nisbi 𝑉 = 7,486 × 10−6 𝑚3 𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 0,5 × 10−3 𝑚 𝐴= = = 0,025 𝑝 20 × 10−3 𝑚
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 0,5 × 10−3 𝑚 𝐵= = = 0,025381 𝑙 19,7 × 10−3 𝑚 𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 0,5 × 10−3 𝑚 𝐶= = = 0,026316 𝑡 19 × 10−3 𝑚 𝑉 = 𝑝 × 𝑙 × 𝑡[1 ± (𝐴 + 𝐵 + 𝐶)100%] 𝑉 = 20 × 19,7 × 19 × 10−9 𝑚[1 ± ( 0,076697)100% 𝑉 = 7,486 × 10−6 𝑚[1 ± 7,6697%] = 7,49 × (1 ± 57,42%)10−6 𝑚3 𝑉 = (7,486 ± 0,574154)10−6 𝑚 ≈ (7,49 ± 0,57)10−6 𝑚3 (iii) Setelah dihitung volume balok dari ralat mutlak dan ralat nisbi, hasilnya hampir sama jika pada ralat nisbi nilainya dibulatkan. Tetapi jika dibandingkan kedua metode tersebut jelas lebih mudah ralat mutlak untuk digunakan dalam perhitungan dan mudah dipahami daripada ralat nisbi. Akan tetapi ralat nisbi lebih teliti daripada ralat mutlak, karena hasil dari ralat nisbi lebih dari dua angka bilangan desimalnya (sebelum pembulatan). 2.A. Pengukuran p, l, t balok alumunium dengan jangka sorong Ketelitian:0,05mm I II III p (cm) 1,79 1,79 1,79 l (cm) 1,79 1,79 1,79 t (cm) 1,77 1,775 1,78 1,79 𝑐𝑚 ×1,79 𝑐𝑚×1,79𝑐𝑚 p= = 1,79𝑐𝑚 ∆𝑝 = 0,005𝑐𝑚 3
𝑝 ± ∆𝑝 = (17,900 ± 0,050)10−3 𝑚
l=
𝑙 ± ∆𝑙 = (17,900 ± 0,050)10−3 𝑚
t=
1,79 𝑐𝑚 ×1,79 𝑐𝑚×1,79 𝑐𝑚 3
= 1,79 𝑐𝑚
1,77 𝑐𝑚 ×1,775 𝑐𝑚×1,78𝑐𝑚 3
= 1,775 𝑐𝑚
∆𝑙 = 0,005𝑐𝑚 ∆𝑝 = 0,005𝑐𝑚
𝑡 ± ∆𝑡 = (17,750 ± 0,050)10−3 𝑚 Ralat mutlak 𝑉 =𝑝×𝑙×𝑡 𝑉 = 17,9 × 17,9 × 17,75 × 10−9 𝑚 3 𝑉 = 5,687278 × 10−6 𝑚 ≈ 5,687 × 10−6 𝑚3 ∆𝑉 = 𝑝𝑙∆𝑡 × 𝑝𝑡∆𝑙 × 𝑡𝑙∆𝑝 ∆𝑉 = [(17,9.17,9.0,05 + 17,9.17,75.0,05 + 17,75.17,9.0,05) × 10−9 ] ∆𝑉 = [(16,0205 + 15,88625 + 16,0205) × 10−9 ]𝑚3 ∆𝑉 = [47,92725 × 10−9 ]𝑚 3 ∆𝑉 = 0,048 × 10−6 𝑚3 Jadi ralat mutlak dapat ditulis : 𝑉 ± ∆𝑉 = (5,687 ± 0,048)10−6 𝑚3 Ralat nisbi 𝑉 = 5,687 × 10−6 𝑚3 𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 0,05 × 10−3 𝑚 𝐴= = = 0,002793 𝑝 17,9 × 10−3 𝑚
𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 0,05 × 10−3 𝑚 𝐵= = = 0,002793 𝑙 17,9 × 10−3 𝑚 𝑅𝑎𝑙𝑎𝑡 0,05 × 10−3 𝑚 𝐶= = = 0,002817 𝑡 17,75 × 10−3 𝑚 𝑉 = 𝑝 × 𝑙 × 𝑡[1 ± (𝐴 + 𝐵 + 𝐶)100%] 𝑉 = 17,9 × 17,9 × 17,75 × 10−9 𝑚[1 ± ( 0,008403)100% 𝑉 = 5,687 × 10−6 [1 ± 0,8403%] 𝑉 = (5,687 ± 0,047788)10−6 𝑚 ≈ (5,687 ± 0,048)10−6 𝑚3 B.Setelah dihitung volume balok dari ralat mutlak dan ralat nisbi, hasilnya hampir sama jika pada ralat nisbi nilainya dibulatkan, selain itu angka penting yang digunakan pada kedua ralat tersebut sudah sesuai dengan ketelitian jangka sorong. Tetapi jika dibandingkan kedua metode tersebut jelas lebih mudah ralat mutlak untuk digunakan dalam perhitungan dan mudah dipahami daripada ralat nisbi. Akan tetapi ralat nisbi lebih teliti daripada ralat mutlak, karena hasil dari ralat nisbi lebih dari dua angka bilangan desimalnya (sebelum pembulatan). 3.(i)Ralat pembacaan Atasrata-rata=
15,9+15,9+15,9 3
= 15,9 𝑚𝐿
Atas= (159,00 ± 0,50)10−3 𝐿 Tengahrata-rata=
16,1+16,1+16,1 3
= 16,1 𝑚𝐿
Tengah= (161,00 ± 0,50)10−3 𝐿 Bawahrata-rata=
16,3+16,4+16,4 3
= 16,36667 𝑚𝐿
Bawah= (163,67 ± 0,50)10−3 𝐿 Volume dilihat dari atas= [(159,00 ± 0,50)10−3 𝐿 − 0,05 Volume dilihat dari bawah= [(163,67 ± 0,50)10−3 𝐿 + 0,05 1
Ralat pengiraan= 2 (16,417−15,95)𝑚𝐿 1
Ralat pengiraan= 2 (0,467)𝑚𝐿 Ralat pengiraan= 0,2335 𝑚𝐿
(ii)Ralat Penyesuaian= (161,00 ± 2,34)10−3 𝐿 4. Ketelitian volume total dari buret bervolume 50 ml adalah sampai 0,25%. a. (i) Ralat Sistematis = [(0,25% x Vawal) + (0,25% x Vakhir)]ml = [(0,25% x 2,41) + (0,25% x 14,88)]ml = 0,043225 ml ≈ 0,04 ml (ii) Ralat Kebetulan: 1. [(14,88 + 0,04) – (2,41 – 0,04)]ml = (14,92 – 2,37)ml
= 12,55 ml 2. [14,88 – 0,04) – (2,41 + 0,04)]ml = (14,84 – 2,45)ml = 12,39ml Jadi Ralat Kebetulannya adalah sebagai berikut : 1/2 (12,55-12,39)ml = 0,08 ml b. (i). Cara yang dapat digunakan untuk mengurangi ralat sistematis adalah dengan kalibrasi. (ii).Cara yang dapat digunakan untuk mengurangi ralat kebetulan adalah dengan mengukur volume dari buret seteliti mungkin. 5. Dalam sebuah laporan ditemukan hasil pengukuran dan hasil perhitungan : Pengukuran
Hasil Pengukuran
Pembetulan
Suhu laboratorium
26,30 ± 0,2
(26,3 ± 0,2)
Arus listrik
(3 ± 0,2) A
(3,0 ± 0,2) A
Perbedaan potensial
100 ± 5 ×103 V
(100 ± 5) .103 V
Kalor yang dilepaskan
3346 ± 128 J
(3,346 ± 0,128) kJ
Kalor jenis
(0,88 ± 0,038) JK-1g-1
(0,880 ± 0,038) JK-1g-1
0,9 (1 ± 0,04) JK-1g-1
(0,900 ± 0,036) JK-1g-1
6.a. Pengukuran massa balok alumunium dengan neraca pegas
I F (N) 0,06 0,06𝑁+0,08𝑁+0,08𝑁 Frata-rata= = 0,0733𝑁 3
II 0,08
𝐹 = 𝑚×𝑎 0,0733 = 𝑚 × 9,8 𝑚 = 0,007483 𝑘𝑔 b. Perhitungan ralat dalam massa yang diukur : ∆𝐹 = 0,1𝑁 ∆𝐹 = ∆𝑚 × 𝑎 ∆𝐹 ∆𝑚 = 𝑎 0,1 ∆𝑚 = 9,8 ∆𝑚 = 0,010204 𝑘𝑔 ∆𝑚 = 10,2 × 10−3 𝑘𝑔 Notasi ralat dalam massa = (𝑚 ± ∆𝑚) = (0,007 ± 10,2 × 10−3 )𝑘𝑔
Ketelitian: 0,1 N III 0,08
c.Kerapatan dari balok menggunakan hasil dari latihan 1 𝑚 7,483𝑔 𝑑= = = 0,999599 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ 1 𝑔⁄𝑐𝑚3 𝑉 7,486 𝑐𝑚3 d.Ralat Mutlak ∆𝑑 ∆𝑚 ∆𝑉 = + 𝑑 𝑚 𝑉 ∆𝑑 10,2 0,57 = + 1 7,483 7,486 ∆𝑑 = (1,36308 + 0,07614) × 1 ∆𝑑 = 1,43922 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ 1,44 𝑔⁄𝑐𝑚3 Notasi ralat mutlak 𝑑 = (𝑑 ± ∆𝑑) = (1,00 ± 1,44) 𝑔⁄𝑐𝑚3 Ralat nisbi ∆𝑚 10,2 = = 1,36308 𝑚 7,483 ∆𝑉 0,57 𝐵= = = 0,07614 𝑉 7,486 𝑚 𝑑 = [1 ± (𝐴 + 𝐵)100%] 𝑉 7,483 𝑑= [1 ± (1,36308 + 0,07614)100%] 𝑔⁄𝑐𝑚3 7,486 𝑑 = 0,99959[1 ± (1,43922)100%] 𝑔⁄𝑐𝑚3 𝑑 = 0,99959[1 ± 143,922%] 𝑔⁄𝑐𝑚3 𝑑 = [0,99959 ± 1,438629] 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ (1,00 ± 1,44) 𝑔⁄𝑐𝑚3 𝐴=
e.Dari perhitungan ralat kerapatan, yang paling berpengaruh terhadap ralat tersebut adalah volume. Karena dalam volume perhitungannya meliputi tiga komponen yang harus diukur, yaitu panjang, lebar dan tinggi. Sedangkan pada massa hanya meliputi satu komponen yang harus ditentukan yaitu besarnya F, selain itu besarnya kerapatan adalah m/v itu dapat membuktikan kalau volume memiliki pengaruh yang paling besar. f.Mengulangi perhitungan c, d, e dengan hasil dari latihan 2 Kerapatan dari balok menggunakan hasil dari latihan 2 𝑚 7,483𝑔 𝑑= = = 1,31580 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ 1,316 𝑔⁄𝑐𝑚3 𝑉 5,687 𝑐𝑚3 Ralat Mutlak ∆𝑑 ∆𝑚 ∆𝑉 = + 𝑑 𝑚 𝑉 ∆𝑑 10,2 0,048 = + 1,316 7,483 5,687 ∆𝑑 = (1,36308 + 0,00844) × 1,316 ∆𝑑 = 1,80492 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ 1,805 𝑔⁄𝑐𝑚3
Notasi ralat mutlak 𝑑 = (𝑑 ± ∆𝑑) = (1,316 ± 1,805) 𝑔⁄𝑐𝑚3 Ralat nisbi ∆𝑚 10,2 = = 1,36308 𝑚 7,483 ∆𝑉 0,048 𝐵= = = 0,00844 𝑉 5,687 𝑚 𝑑 = [1 ± (𝐴 + 𝐵)100%] 𝑉 7,483 𝑑= [1 ± (1,36308 + 0,00844)100%] 𝑔⁄𝑐𝑚3 5,687 𝑑 = 1,31580[1 ± (1,37152)100%] 𝑔⁄𝑐𝑚3 𝑑 = 1,31580[1 ± 137,152%] 𝑔⁄𝑐𝑚3 𝑑 = [1,31580 ± 1,80464] 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ (1,316 ± 1,805) 𝑔⁄𝑐𝑚3 𝐴=
Dari perhitungan ralat dalam kerapatan yang paling banyak menyumbangkan terhadap ralat tersebut adalah massa. Karena dalam perhitungan ini kemungkinan alat ukur penggaris dan massa berbeda. Ketelitiannya pun berbeda dan jika dilihat dalam ketelitiannya jangka sorong lebih teliti dalam penggaris, tetapi bisa saja hasilnya berbeda karena beberapa faktor seperti kesalahan dalam menetukan ketelitian setiap alat ukur. g.Pengukuran volume lebih dulu diperbaiki, karena dalam perhitungan volume lebih dominan dalam mempengaruhi hasil dari nilai kerapatan. 7.a. Pengukuran massa balok alumunium dengan neraca beban atas Ketelitian: 0,2 g I II III Massa (g) 21,6 21,6 21,6 Massa balok alumunium =21,6 g b.Ralat= (21,6 ± 0,2)𝑔 c.Perhitungan dengan data latihan 1 𝑑=
𝑚 21,6𝑔 = = 2,88538 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ 2,89 𝑔⁄𝑐𝑚3 𝑉 7,486 𝑐𝑚3
d.Ralat Mutlak ∆𝑑 ∆𝑚 ∆𝑉 = + 𝑑 𝑚 𝑉 ∆𝑑 10,2 0,57 = + 2,89 21,6 7,486 ∆𝑑 = (0,472 + 0,07614) × 2,89 ∆𝑑 = 1,58412 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ 1,58 𝑔⁄𝑐𝑚3 Notasi ralat mutlak 𝑑 = (𝑑 ± ∆𝑑) = (2,89 ± 1,58) 𝑔⁄𝑐𝑚3 Ralat nisbi 𝐴=
∆𝑚 10,2 = = 0,472 𝑚 21,6
∆𝑉 0,57 = = 0,07614 𝑉 7,486 𝑚 = [1 ± (𝐴 + 𝐵)100%] 𝑉 21,6 = [1 ± (0,472 + 0,07614)100%] 𝑔⁄𝑐𝑚3 7,486 = 2,88538[1 ± (0,54814)100%] 𝑔⁄𝑐𝑚3 = 2,88538[1 ± 54,814%] 𝑔⁄𝑐𝑚3 = [2,88538 ± 1,58159] 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ (2,89 ± 1,58) 𝑔⁄𝑐𝑚3
𝐵= 𝑑 𝑑 𝑑 𝑑 𝑑
e.Dari perhitungan ralat dalam kerapatan yang paling banyak menyumbangkan terhadap ralat tersebut adalah volume. Karena dalam volume perhitungannya meliputi tiga komponen yang harus diukur, yaitu panjang, lebar dan tinggi. Sedangkan pada massa hanya meliputi satu komponen yang harus ditentukan yaitu besarnya F, selain itu besarnya kerapatan adalah itu dapat membuktikan kalau volume menyumbangkan yang paling besar. f.Mengulangi perhitungan c, d, e dengan hasil dari latihan 2 Kerapatan dari balok menggunakan hasil dari latihan 2 𝑚 21,6𝑔 𝑑= = = 3,79813 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ 3,798 𝑔⁄𝑐𝑚3 𝑉 5,687 𝑐𝑚3 Ralat Mutlak ∆𝑑 ∆𝑚 ∆𝑉 = + 𝑑 𝑚 𝑉 ∆𝑑 10,2 0,048 = + 3,798 21,6 5,687 ∆𝑑 = (0,472 + 0,00844) × 3,798 ∆𝑑 = 1,82471 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ 1,825 𝑔⁄𝑐𝑚3 Notasi ralat mutlak 𝑑 = (𝑑 ± ∆𝑑) = (3,798 ± 1,825) 𝑔⁄𝑐𝑚3 Ralat nisbi ∆𝑚 10,2 = = 0,472 𝑚 21,6 ∆𝑉 0,048 𝐵= = = 0,00844 𝑉 5,687 𝑚 𝑑 = [1 ± (𝐴 + 𝐵)100%] 𝑉 21,6 𝑑= [1 ± (0,472 + 0,00844)100%] 𝑔⁄𝑐𝑚3 5,687 𝑑 = 3,79813[1 ± (0,48044)100%] 𝑔⁄𝑐𝑚3 𝑑 = 3,79813[1 ± 48,044%] 𝑔⁄𝑐𝑚3 𝑑 = [1,31580 ± 1,80464] 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ (1,316 ± 1,805) 𝑔⁄𝑐𝑚3 g.Dari perhitungan ralat dalam kerapatan yang paling banyak menyumbangkan terhadap ralat tersebut adalah massa. Karena dalam perhitungan ini kemungkinan alat ukur penggaris dan massa berbeda. Ketelitiannya pun berbeda dan jika dilihat dalam 𝐴=
ketelitiannya jangka sorong lebih teliti dalam penggaris, tetapi bisa saja hasilnya berbeda karena beberapa faktor seperti kesalahan dalam menetukan ketelitian setiap alat ukur. 8. Pada arus listrik (I) = (2,7 ± 0,2) A, hambatan (R) = (57 ± 1) W, waktu (t) = 4 menit ± 5 detik = (240 ± 5) detik dan 1 joule = 0,24 kalori dapat dihitung sebagai berikut : a. Kalor yang dilepas: W = I2 R t = (2,7)2 57 240 = 99.727,2 J q = W 0,24 kalori = 99.727,2 0,24 kalori = 23.934,528 kal = 23,93 kkal 𝑑𝐼 2 𝑅𝑇 𝑑𝐼 2 𝑅𝑇 𝑑𝐼 2 𝑅𝑇 ∆𝑊 = | | ∆𝑅 + | | 𝑑𝐼 + | | 𝑑𝑇 𝑑𝑅 𝑑𝐼 𝑑𝑇 = I2R.T + 2IR.TI + I2 RT = [(2,7)2 1 240] + [2 2,7 57 240 0,2] + [(2,7)2 57 5] = 1749,6 + 14774,4 + 2077,65 = 18601,65 J Δq = 18601,65 0,24 kal = 4464,396 kal = 4,46 kkal Jadi notasi pada Kalor yang dilepas = |23,93 ± 4,46|kkal b. Syarat praktis yang hrus dipenuhi untuk pendekatan ini adalah sebagai berikut ∆𝐼 0,2 = = 0,074 𝐼 2,7 ∆𝑅 1 = = 0,017 𝑅 57 ∆𝑇 5 = = 0,021 𝑇 240 Syarat tersebut sudah terpenuhi karena nilainya > 1/10. c. Pengukuran yang harus diperbaiki terlebih dahulu agar ralat menjadi lebih kecil adalah pengukuran arus, karena dalam rumus, nilai arus dikuadratkan, sehingga nilainya menjadi dua kali lebih besar. Jika nilai yang didapat dari pengukuran nilainya kecil, maka hasil ralat akan bernilai kecil juga, namun sebaliknya jika arus yang dimiliki nilainya juga besar, maka ralat akan semakin besar pula. d. Jika ralat dalam pengukuran yang menyumbangkan paling banyak terhadap besarnya ralat total menjadi 10x lebih kecil, maka yang harus diperkecil menjadi 10x lebih kecil adalah ralat pada arus, karena arus yang menyumbangkan paling besar sehingga besar dari ralat total sebagai berikut :
𝑑𝐼 2 𝑅𝑇 𝑑𝐼 2 𝑅𝑇 𝑑𝐼 2 𝑅𝑇 ∆𝑊 = | | ∆𝑅 + | | 𝑑𝐼 + | | 𝑑𝑇 𝑑𝑅 𝑑𝐼 𝑑𝑇 = I2R.T + 2IR.TI + I2 RT = [(2,7)2 1 240] + [2 2,7 57 240 0,2/10] + [(2,7)2 57 5] =1749,6 + 1477,44 + 2077,65 = 50.304,69 Δq = 50.304,69 0,24 = 1273,1256 kal = 1,27 kkal Jadi notasi pada kalor yang dilepas = (23,93 ± 1,27) kkal. 9.a. 𝑚 7,483𝑔 = = 0,999599 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ 1 𝑔⁄𝑐𝑚3 𝑉 7,486 𝑐𝑚3 𝑑(𝑚⁄𝑉 ) 𝑑(𝑚⁄𝑉 ) ∆𝜌 = | | ∆𝑚 + | | ∆𝑉 𝑑𝑚 𝑑𝑉 1 𝑚 ∆𝜌 = ∆𝑚 + 2 ∆𝑉 𝑉 𝑉 1 7,483 ∆𝜌 = × 10,2 × 10−3 + × 0,57 7,486 7,4862 7,483 ∆𝜌 = 1,36254 × 10−3 + × 0,57 56,04019 7,483 ∆𝜌 = 1,36254 × 10−3 + × 0,57 56,04019 ∆𝜌 = 1,36254 × 10−3 + 0,07611 ∆𝜌 = 1,36261 × 10−3 𝑘𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ 1,36 × 10−3 𝑘𝑔⁄𝑐𝑚3 Notasi ralat kerapatan= (1,00 ± 1,36 × 10−3 ) 𝑘𝑔⁄𝑐𝑚3 b. Terjadi perbedaan hasil nilai ralat kerapatan dengan besarnya ralat yang dihitung pada latihan no 6. Namun, dari cara perhitungan pada no.6 yaitu pada ralat mutlak khususnya mudah dan sederhana rumusnya dan pada ralat nisbi dibandingkan dengan metode diferensial sama telitinya, karena angka desimalnya sampai empat angka yang merupakan lebih baik ketelitiannya. c. no.6 lebih mudah perhitungannya apalagi pada ralat mutlak, rumus yang digunakan mudah dipahami dan sederhana sehingga mudah digunakan sehingga perhitungannya lebih mudah dan peluang ketepatannya akan lebih besar. 𝑑=
10.a.tabel 0-1 kurang sesuai dengan metode angka tidak berdimensi sehingga tidak perlu diperbaiki lagi. (F ± 1)/N
(l ± 0,05.10-3)/m
5
0.25
10
0.40
15
0.60
20
0.75
25
1.10
30
1.45
b.(i)Data yang diberikan dalam tabel sudah sesuai dengan tabel kecuali pada nilai F/N = 5, l/m tidak tepat = 0.25 (ii) Metode “angka tidak berdimensi” sudah sesuai. (iii) Grafik sudah sesuai dengan kaidah-kaidah (1)-(4), yaitu: (1) Sudah memenuhi kaidah “angka tidak berdimensi”. (2) Sudah memenuhi kaidah-kaidah menggambar grafik, tetapi belum sesuai dengan hukum Hooke, karena pada hukum hooke grafik perpanjangan sebagai fungsi beban harus garis lurus. (3) Sudah memenuhi kaidah menyisipkan dan menambahkan, namun tidak dapat ditambahkan hanya garis lurus begitu saja karena tidak hukum Hooke tidak berlaku. (4) Sudah memenuhi kaidah meluruskan (melinierkan) grafik. 11. fisis sendiri memiliki arti bahwa hubungan antara K dan T dapat dinyatakan sebagai fungsi linier dari ln K terhadap 1/T dan grafiknya berupa garis lurus, sehingga definisi tersebut dapat diterapkan pada titik (4,06 ; -2,10) yang berarti bahwa 4,06/1000K saat ln K bernilai (-2,10) dan dari titik tersebut dapat ditentukan besar kemiringan garis. Dari nilai kemiringan garis tersebut dapat dihitung nilai , yang mempunyai arti fisis. Sehingga dapat dihitung nilai K dan T : Ln K = -2,10 K = Ln-1 –2,10 = 0,1225 1000 𝐾 ⁄𝑇 = 4,06 𝑠𝑒ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑇 =
1000𝐾 = 245,4𝐾 4,06
12. Kemiringan rata-rata dengan data bagian ln K antara 1,6 dan -2,0 sebagai berikut :
Sehingga catatan tersebut sudah masuk akal, karena memang benar semakin panjang garis lurus yang digunakan untuk menentukan kemiringan, makin kecil ralat pembacaannya. 13. a Karena pada 8.5.1 digunakan untuk menentukan kemiringan rata-rata dan mempunyai arti fisis yang berarti. Selain itu untuk membuat grafik menggunakan satu garis lurus yang panjang supaya ralat pembacaannya semakin kecil dan nilai yang berada di luar garis tidak diperhitungkan atau diabaikan. Sedangka pada 8.5.2 digunakan untuk menentukan ralat dalam kemiringan dan yang membuat berbeda adalah untuk membuat grafik pada 8.5.2 ini digunakan dua garis yang berbeda yaitu garis yang paling curam dan yang paling landai.
Dengan keterangan sebagai berikut : DHo = entalpi reaksi p = tetapan untuk jangkauan suhu terbatas. c.Pada tekanan tetap dan tidak ada kerja tambahan maka dapat dirumuskan suatu persamaa sebagai berikut :
14. a. Tabel untuk menggambar grafik: (m±0,3)/gr
(p±0,2)/cm
(Dl±0,2)/cm
0
31.5
0
5
31.9
0.4
10
33.1
1.6
15
33.7
2.2
20
35.9
4.4
25
36.8
5.3
30
37.5
6.0
Dl =Pn-P1 misalnya: Dl = P2-P1 = 31.9-31.5 = 0.4
b. Grafik c. Menurut teori berlaku suatu persamaan Dl = km dengan k tetapan pegas, persamaan tersebut didapat dari grafik: (i) Nilai dan satuan dari k
(ii)Ralat dari nilai k berdasarkan nilai kemiringan maksimal dan minimal yang mungkin berdasarkan letak titik ukur dan ralat dalam letak titik ukur ini:
Ralat k: (0,180 ± 0,037) cm/gr d. Ralat sistematis, dari grafik saat m = 0 danDl ¹ 0:
y = ax + b Dl = k.m + b untuk m = 0, Dl = – 0,2 (dari grafik) Dl
= k.m + b
-0,2 = k.0 + b b = -0,2 , sehingga persamaan lain supaya ralat sistematis tidak ada: Dl = k.m –0, e. Arti fisis dari suku-suku yang diturunkan adalah Dl = k.m, dengan pengertian : Dl : rata-rata perubahan panjang setiap perubahan massa tertentu k : konstanta pegas yang digunakan m : massa yang diukur f. Jika sebuah jeruk dipasang pada pegas ini, dengan panjang pegas = 37.3 cm dan Dl = 37.3 – 31.5 = 5,8 cm, maka didapat hasil sebagai berikut : (i) Dl = 5.8 cm maka m = 27.5 gr atau m = (27,5 ± 0,2) gr (ii) massa jeruk menurut rumus:
g. Dari kedua cara penentuan massa jeruk maka yang lebih mudah digunakan adalah dengan melihat pada grafik, tetapi cara ini tidak cukup teliti, sehingga lebih baik juga diimbangi dengan menggunakan rumus, supaya hasil yang didapat akan lebih teliti dan tepat. 15. Pengukuran p, l, t balok alumunium dengan mikrometer sekrup Ketelitian:0,01mm
p (mm) l (mm) t (mm)
I 19,5415 19,5405 19,5220
II 19,540 19,5405 19,5240
Ketelitian= 0,01𝑐𝑚 1,95405 + 1,95405 + 1,95400 = 1,95403𝑐𝑚 3 1,95220 + 1,95240 + 1,95240 𝑡= = 1,95230𝑐𝑚 3 𝐿 =𝑙×𝑡 𝑙=
𝐿 = 1,95403 × 1,95230 𝐿 = 3,81485𝑐𝑚2 𝐿 = 3,815 𝑐𝑚2 = 3,815 × 10−4 𝑚2
III 19,5405 19,5400 19,5240
∆𝐿 = 𝑙∆𝑡 + 𝑡∆𝑙 ∆𝐿 = (1,95403 × 10−3 ) + (1,95230 × 10−3 ) ∆𝐿 = 3,90633 × 10−3 𝑐𝑚2 ∆𝐿 = 3,90633 × 10−3 𝑐𝑚2 ∆𝐿 = 3,906 × 10−7 𝑚2 Ralat luas= (𝐿 ± ∆𝐿) = (3,815 ± 3,906)10−4 𝑚2 16. Pengukuran massa balok alumunium dengan neraca mettler
I II Massa (g) 21,3940 21,3936 21,3940+21,3936+21,3940 Massa= = 21,39386 𝑔 3
Ketelitian: 0,001 g III 21,3940
Ralat massa= (21,394 ± 0,001)𝑔
VI. PEMBAHASAN Dari data percobaan yang telah dilakuakan dan hasil perhitungan diatas, nilai ralat dapat ditentukan dari hasil pengukuran dan angka penting sesuai pada jumlah desimal pada setiap pengukuran, itu menunjukkan ketelitian dari masing-masing alat ukur yang digunakan. Maka dari itu perlu dituliskan ralat dan penulisan ralat yang benar pada setiap pengukuran. Pada penggunaan alat ukur penggaris dan jangka sorong, dalam pengukuran lebih teliti menggunakan jangka sorong, karena pada jangka sorong angka-angka pada alat tersebut ditunjukkan dengan jelas, sehingga apabila pengukuran tersebut tidak pada bilangan bulat maka dapat diketahui dengan jelas bilangan desimalnya, selain itu terlihat juga dari ketelitian jangka sorong. Pada pembacaan buret, dilakukan dari atas tengah dan bawah. Hal ini dilakukan karena dalam menentukan pembacaan volume yang tepat selalu mengandung ketidakpastian sehingga untuk mendapatkan hasil yang tepat dilakukan pembacaan dari atas, tengah dan bawah. Maka dari itu dari pembacaan buret tersebut didapat data-data yang digunakan untuk menentukan ralat penyesuaian. Selain itu kita juga melakukan pengukuran volume dan kerapatan dari balok alumunium dengan melihat panjang, lebar dan tinggi dari balok tersebut. Untuk
mendapatkan nilai dari volume dan kerapatan balok kita menggunakan alat ukur yaitu neraca pegas, neraca beban atas. Perhitungan tersebut dilakukan dengan ralat mutlak, ralat nisbi dan ralat kerapatan.Dalam perhitungan tersebut yang paling mudah digunakan untuk perhitungan adalah ralat mutlak karena rumus yang digunakan lebih sederhana dan mudah dipahami sehingga hasil yang didapat kemungkinan lebih tepat sehingga kesalahan dalam perhitungan dapat dihindari. Untuk membuat grafik, kita harus memperhatikan kaidah-kaidah seperti berikut: (1) Memenuhi kaidah “angka tidak berdimensi”. (2) Memenuhi dan sesuai pada hukum Hooke (3) Sesuai dengan apa yang harus disisipkan dan ditambkahkan (4) Memenuhi kaidah meluruskan (melinierkan) grafik. Apabila sudah sesuai dengan kaidah-kaidah tersebut setidaknya grafik yang kita buat sudah benar dan tepat. Selain itu, untuk mempermudah membuat grafik, terlebih dulu membuat tabel, kemudian menentukan skala yang tepat sehingga saat dibaca, grafik akan lebih mudah dipahami. Dari grafik tersebut kita dapat menetukan nilai dari kemiringan rata-rata yang dicari dengan teori yang berlaku dan nilai yang tercuram dan terlandai. Untuk pengukuran dengan menggunakan micrometer skrup dan neraca mettler, data yang didapat sudah sesuai dengan ketelitian yang pada alat ukur tersebut sehingga hanya perlu menuliskan notasi ralat pada pengukuran tersebut.
VII.KESIMPULAN Dari percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Terdapat beberapa ralat yang digunakan, tetapi ralat yang digunakan lebih dominan pada ralat mutlak dan ralat nisbi. 2. Jadi notasi ralat pada setiap alat pengukuran :
Penggaris Ralat Mutlak : 𝑉 ± ∆𝑉 = (7,49 ± 0,57)10−6 𝑚 Ralat Nisbi : 𝑉 = 7,486 × 10−6 𝑚[1 ± 7,6697%] = 7,49 × (1 ± 57,42%)10−6 𝑚3
Jangka Sorong Ralat Mutlak
:
𝑉 = (5,687 ± 0,047788)10−6 𝑚 ≈ (5,687 ± 0,048)10−6 𝑚
Ralat Nisbi
:
𝑉 ± ∆𝑉 = (5,687 ± 0,048)10−6 𝑚3 Buret Ralat Penyesuaian= (161,00 ± 2,34)10−3 𝐿 Neraca Pegas Ralat dalam massa= (𝑚 ± ∆𝑚) = (0,007 ± 10,2 × 10−3 )𝑘𝑔 Ralat mutlak 𝑑 = (𝑑 ± ∆𝑑) = (1,00 ± 1,44) 𝑔⁄𝑐𝑚3 Ralat nisbi 𝑑 = [0,99959 ± 1,438629] 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ (1,00 ± 1,44) 𝑔⁄𝑐𝑚3
Neraca Beban Atas Ralat mutlak 𝑑 = (𝑑 ± ∆𝑑) = (2,89 ± 1,58) 𝑔⁄𝑐𝑚3 Ralat nisbi 𝑑 = [2,88538 ± 1,58159] 𝑔⁄𝑐𝑚3 ≈ (2,89 ± 1,58) 𝑔⁄𝑐𝑚3
Mikrometer sekrup Ralat luas= (𝐿 ± ∆𝐿) = (3,815 ± 3,906)10−4 𝑚2
Neraca Mettler Ralat massa= (21,394 ± 0,001)𝑔
3. Dalam pembuatan grafik masih tidak sesuai hokum Hooke
VIII.DAFTAR PUSTAKA Smith Henk, 2000, Petunjuk Praktikum Kimia Fisika 1, Suliyono, UKSW
IX. LAMPIRAN -
Tugas Awal Laporan sementara