BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya
hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan penting dalam kesejahteraan kehidupan penduduk Indonesia. Berkembangnya sektor pertanian semakin meningkatkan kebutuhan akan pupuk, sementara negara Indonesia juga mempunyai sumber daya alam melimpah berupa bahan-bahan yang dapat diolah menjadi pupuk. Salah satu jenis pupuk tersebut adalah pupuk Amonium Sulfat yang biasa disebut ZA. Sebagian besar (97%) Amonium Sulfat digunakan sebagai pupuk nitrogen yang cocok untuk beberapa jenis tanaman dan sisanya (3%) digunakan dalam bidang industri seperti untuk pengolahan air, fermentasi, bahan tahan api dan penyamakan (Ariani, 2011). Sejak tahun 1960, amonium sulfat mulai diproduksi sebagai produk samping pada proses produksi synthetic-fiberintermediates seperti caprolactam. Pada tahun yang sama, di beberapa negara, amonium sulfat juga diproduksi menggunakan gypsum sebagai bahan baku. (Ullman, 2003). Komoditas impor di Indonesia yang terkait dengan tingginya permintaan domestik, baik untuk konsumsi maupun sebagai bahan baku produksi, adalah pupuk (HS31) dan baja (HS72). Impor pupuk pada Tw. IV-2010 mencapai USD 715 juta atau tumbuh 263,8% terutama berasal dari negara Kanada, Afrika dan Rusia. Tingginya angka impor tersebut merupakan dampak dari pembebasan impor pupuk yang diberikan pemerintah kepada para pengusaha untuk mengimpor sesuai dengan kebutuhan. Hal ini didorong oleh masih tingginya ketergantungan pasar domestik terhadap pupuk impor dan masih adanya kendala dalam distribusi yang menimbulkan kelangkaan pupuk di berbagai daerah Perindustrian, 2010).
(Departemen
Menurut Asosiasi Niaga Pupuk Indonesia (ANPI), setiap tahun 80% kebutuhan pupuk di Indonesia, kecuali urea, diimpor dari negara lain baik berupa bahan baku maupun produk jadi. Jenis pupuk yang diimpor antara lain Kalium Chlorida (KCL), Ammonia Sulfat (ZA) dan SP3. Negara tujuan ekspor meliputi Vietnam dan negara-negara Asia Tenggara lainnya, Jepang Taiwan dan Australia (PT. Pupuk Sriwidjaja, 2003). Saat ini di Indonesia pabrik yang memproduksi pupuk ini, yaitu PT. PETROKIMIA Gresik, yang berkapasitas 650 ribu ton/tahun, sedangkan pertumbuhan konsumsi kebutuhan akan pupuk ini terus meningkat yang diprediksikan akan meningkat menjadi 1,079 juta ton/tahun pada tahun 2012. Untuk mengatasi peningkatan kebutuhan akan pupuk ZA dan mengurangi kebutuhan impor ZA serta mengurangi ketergantungan terhadap negara lain, di samping membuka lapangan kerja baru dalam rangka turut memberikan kesempatan kerja, sehingga sangat jelaslah bahwa pendirian pabrik
ZA di
Indonesia perlu dilakukan (PT. Petrokimia Gresik, 2003). Pupuk ZA mempunyai potensi pasar yang cukup bervariasi. Beberapa potensi pasar untuk pupuk ZA antara lain :
Mampu meningkatkan produksi dan kualitas panen
Digunakan sebagai pupuk dasar dan susulan
Berbahan baku senyawa kimia yang stabil sehingga tahan disimpan dalam waktu lama
Menambah daya tahan tanaman terhadap gangguan hama, penyakit dan kekeringan.
Dijamin kualitas produk sesuai standar SNI, karena berasal dari bahan baku yang bermutu dan proses produksi yang sempurna.
Mudah penanganannya dan ekonomis.
Aman digunakan untuk semua jenis tanaman.
(Departemen Perindustrian, 2010). Dengan mendasarkan pada pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas maka pendirian pabrik Amonium Sulfat di Indonesia dipandang masih sangat
strategis, selain itu berdirinya pabrik Amonium Sulfat ini sesuai dengan kebijakan - kebijakan pemerintah yaitu : a. Pendirian pabrik Amonium Sulfat dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, sekaligus mengurangi impor. b. Mendukung berkembangnya pabrik kimia lain yang menggunakan Amonium Sulfat sebagai bahan baku. c. Membuka
lapangan
kerja
baru,
sehingga
menurunkan
tingkat
pengangguran. (Ariani, 2011).
1.2
Tinjauan Pustaka
1.2.1 Sejarah Amonium Sulfat Penelitian mengenai pupuk dimulai pada awal abad ketujuh belas. Pada tahun 1604-1670 ahli kimia Jerman-Belanda, Bacon dan Glauber menggambarkan efek yang menguntungkan dari penambahan senyawa ke tanah. Glauber mengembangkan pupuk mineral pertama, yang merupakan campuran senyawa kapur, asam fosfat, nitrogen, dan kalium. Tahun 1807-1810, Davy menemukan unsur-unsur kalium, natrium, kalsium, khlor dan boron di dalam pupuk (Beaton,1989). Penelitian dilanjutkan oleh Lawes (1814-1900), ia bereksperimen dengan tanaman dan pupuk kandang di pertanian Harpenden dan berhasil menemukan pupuk kimia pertama yaitu super fosfat, yang berasal dari batuan fosfat dan asam sitrat. Pada tahun 1805, Haber berhasil mendeteksi gas amoniak dalam jumlah kecil dari reaksi N2 dan H2 pada temperatur rendah dan tekanan tinggi menggunakan katalis besi. Dengan keberhasilan Haber menyintesis amoniak, bangsa Eropa berhasil memproduksi pupuk buatan seperti amonium sulfat ((NH4)2SO4) dan amonium fosfat ((NH4)3PO4) dari amoniak (Setiono, 2007). Produksi amonium sulfat skala pabrik mulai dilakukan pada abad ke-19 dengan bahan baku amoniak yang berasal dari pembuatan gas kokas dan menjadi pupuk nitrogen paling penting pada tahun itu. Perkembangan pupuk amonium
sulfat terus mengalami kenaikan produksi di tiap tahunnya. Jumlah penggunaan amonium sulfat pada tahun 1994 adalah 950.000 ton yang meningkat dari tahun sebelumnya yaitu tahun 1900 sebesar 5000 ton, tahun 1870 sebesar 2000 ton, dan tahun 1860 sebesar 500 ton (Beaton, 1989). Pada tahun 1945, industri kokas mampu memproduksi 746.298 ton dan pada tahun yang sama 888.630 ton amonium sulfat dapat diproduksi oleh 5 pabrik dengan menggunakan bahan baku amoniak sintetik (Kobe, 1948). Sejak tahun 1960, amonium sulfat mulai diproduksi sebagai produk samping pada proses produksi synthetic-fiber intermediates seperti caprolactam. Pada tahun yang sama, di beberapa negara, amonium sulfat juga diproduksi menggunakan gypsum sebagai bahan baku (Ullman, 2003). Produksi pupuk Amonium Sulfat ((NH4)2SO4) atau pupuk ZA dapat menggunakan beberapa macam bahan baku, salah satunya adalah dengan menggunakan amonia dan asam sulfat. Di Indonesia, amoniak diproduksi oleh beberapa perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa bahan baku untuk pupuk ZA masih dapat terpenuhi (EPA, 2011). Amonium Sulfat atau yang biasa disebut ZA merupakan salah satu jenis pupuk buatan yang berguna bagi tanaman. Pupuk ZA adalah pupuk kimia buatan yang dirancang untuk memberi tambahanhara nitrogen dan belerang bagi tanaman. Nama ZA adalah singkatan dari istilah bahasa Belanda, Zwavelzure Ammoniak , yang berarti Amonium Sulfat ((NH4)2SO4). Pupuk ZA adalah pupuk yang sekaligus mengandung 2 (dua) unsur hara yaitu Nitrogen (N2) dan unsur hara Sulfur (S).Unsur nitrogen dan sulfur yang terdapat pada pupuk ini adalah sebesar 21% dan sebesar 24 %. Kandungan nitrogennya hanya separuh dari urea, sehingga biasanya pemberiannya dimaksudkan sebagai sumber pemasok hara belerang pada tanah-tanah yang miskin unsur ini. Terdiri dari senyawa Sulfur dalam bentuk Sulfat yang mudah diserap dan Nitrogen dalam bentuk amonium yang mudah larut dan diserap tanaman (Ihsan, 2012). Amonium Sulfat bila dalam keadaan murni berwarna putih garam dengan bentuk kristal. Wujud pupuk ini juga berbentuk butiran kristal mirip garam dapur
dan terasa asin di lidah. Pupuk ini bersifat higroskopis (mudah menyerap air) walaupun tidak sekuat pupuk Urea. Namun dalam perdagangannya, Amonium Sulfat berwarna putih dan tergantung pada bahan pencampur yang terkandung didalamnya seperti kelabu, kemerah-merahan, kekuning-kuningan, biru tua atau bahkan kadang berwarna semu Amonium Sulfat karena adanya kandungan H2SO4 bebas, garam-garam mineral dan uap air. Reaksi kerja pupuk Za agak lambat sehingga cocok untuk pupuk dasar. Sifat reaksinya asam, sehingga tidak disarankan untuk tanah ber-pH rendah. Selain itu, pupuk ini sangat baik untuk sumber Sulfur. Lebih disarankan dipakai di daerah panas. Pupuk Za yang diperdagangkan dalam bentuk kristal, umumnya berwarna putih, tapi ada juga yang berwarna abu-abu, biru kabuan dan kuning, tergantung kepada pembuatannya (PT. Petrokimia Gresik, 2003). 1.2.2 Bahan Baku Ada beberapa proses dalam pembuatan Amonium Sulfat, salah satunya adalah dengan proses netralisasi. Pada proses netralisasi bahan baku yang digunakan adalah Amonia dan asam sulfat. Amonia (NH3) adalah bahan dasar pembuatan pupuk yang berbasis nitrogen,senyawa ini digunakan sebagai penyedia nitrogen yang siap pakai dibandingkan dengannitrogen bebas yang merupakan senyawa inert. Senyawa ini mempunyai bau yang sangat menyengat. Titik didihnya sangat rendah (-33,35oC) pada tekanan atmosfer, sehingga berwujud gas yang tidak berwarna pada suhu ruang. Gas amonia lebih ringan dari pada udara, sangat mudah larut dalam air membentuk basa lemah amonium hidroksida (NH4OH). NH3 + H2O
NH4OH
Apabila terhirup dalam jumlah yang besar maka dapat menimbulkan air mata dan menyebabkan sesak nafas. Bahan baku pembuatan amonia adalah gas alam, udara, dan air (PT. Pupuk Kujang, 2012). Asam sulfat, H2SO4, merupakan asam mineral (anorganik) yang kuat. Zat ini larut dalam air pada semua perbandingan. Walaupun asam sulfat yang mendekati 100% dapat dibuat, ia akan melepaskan SO3 pada titik didihnya dan
menghasilkan asam 98,3%. Asam sulfat 98% lebih stabil untuk disimpan, dan merupakan bentuk asam sulfat yang paling umum. Asam sulfat 98% umumnya disebut sebagai asam sulfat pekat. Terdapat berbagai jenis konsentrasi asam sulfat yang digunakan untuk berbagai keperluan: a. 10%, asam sulfat encer untuk kegunaan laboratorium, b. 33,53%, asam baterai, c. 62,18%, asam bilik atau asam pupuk, d. 73,61%, asam menara atau asam glover, e. 97%, asam pekat. Reaksi hidrasi asam sulfat sangatlah eksotermik. Selalu tambahkan asam ke dalam air daripada air ke dalam asam. Air memiliki massa jenis yang lebih rendah daripada asam sulfat dan cenderung mengapung di atasnya, sehingga apabila air ditambahkan ke dalam asam sulfat pekat, ia akan dapat mendidih dan bereaksi dengan keras. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan ion hidronium: H2SO4 + H2O → H3O+ + HSO4HSO4- + H2O → H3O+ + SO42(Rufiati, 2011)
1.2.3 Kegunaan Amonium Sulfat banyak dimanfaatkan sebagai pupuk nitrogen dan biasa disebut pupuk ZA (Zwuafel Ammonium), terutama pada tanaman industri dan perkebunan diantaranya tebu, tembakau, cengkeh, kopi, lada, kelapa sawit, dan teh. Selain sebagai pupuk, senyawa Amonium Sulfat juga digunakan dalam bidang industri seperti untuk pengolahan air, fermentasi, bahan tahan api dan penyamakan. Sebagai pupuk, Amonium Sulfat merupakan jenis pupuk anorganik tunggal yang terdiri dari unsur Sulfur (24% berat) dalam bentuk ion Sulfat dan unsur Nitrogen (21% berat) dalam bentuk ion Amonium (Speight, 2002). Negara Indonesia merupakan negara agraris yang selalu membutuhkan amonium sulfat sebagai pupuk nitrogen. Sifat dan keuntungan penggunaan Amonium Sulfat (pupuk ZA) dibandingkan pupuk nitrogen lainnya yaitu :
Tidak higroskopis
Mudah larut dalam air
Digunakan sebagai pupuk dasar dan susulan
Senyawa kimianya stabil sehingga tahan disimpan dalam waktu lama
Dapat dicampur dengan pupuk lain
Aman digunakan untuk semua jenis tanaman
Meningkatkan produksi dan kualitas panen
Menambah daya tahan tanaman terhadap gangguan hama, penyakit dan kekeringan
Memperbaiki rasa dan warna hasil panen
(Setyamidjaja, 1986). 1.2.4 Spesifikasi Bahan 1.2.4. 1 Sifat Fisis dan Kimia Bahan Baku 1. Asam Sulfat Sifat Fisis : Rumus Molekul
: H2SO4
BM
: 98,08
Temperatur kritis, oC
: 651,85
Tekanan kritis, atm
: 63,16
Titik didih, oC
: 326,85
Titik leleh, oC
: 10,49
Specifik gravity
: 1,8357
Density, cair pada 0 oC, gr/L
: 1,8567
H0 pembentukan (25oC), Kkal/kmol
: 27,29
Gof pembentukan (25oC), Kkal/kmol
:
-164,93
(Othmer, 1984) Sifat Kimia: Reaksi dengan basa membentuk garam dan air H2SO4 + NaOH Na2SO4
Reaksi dengan garam menghasilkan garam yang mudah menguap H2SO4 + NaCl NaHSO4 + HCl Asam Sulfat pekat merupakan agen dehidrasi yang kuat dan berbahaya pada kontak dengan kulit (Perry,1985) 2. Ammonia Sifat Fisis: Rumus Molekul
: NH3
BM
: 17,03
Tempertur Kritis, oC
: 132,40
Tekanan Kritis, atm
: 111,3
Titik Didih, oC
: - 33,45
Titik Leleh, oC
: - 77,7
Specific gravity Pada acuan udara
: 0,5971 o
Kelarutan dalam air dingin (0 C)
: 89,9/100
Kelarutan dalam air panas (100oC)
: 7,4/100
Viskositas (25oC),
: 13,5
H0 pembentukan, (25 0C) Kkal/mol
: -11,02
Gof pembentukan, (25 0C) Kkal/mol
:
Kemurnian amonia
-3,94
: 99,5% amonia, 0,5% air
Sifat Kimia: Reaksi Ammonisasi Misal pada senyawa halogen NH3 + HX NH4+ + X Ammonia mengalami disosiasi mulai pertama kali pada 400500oC, pada tekanan 1 atm.
Oksidasi pada suhu yang tinggi dari NH3 akan menghasilkan nitrogen dan air. 2NH3 + 2KMnO4 2KOH + MnO2 + 2H2O + N2 (Ullman,2003) 1.2.4.2 Sifat Fisis dan Kimia Produk Utama 1.Amonium Sulfat a. Sifat Fisis Rumus Molekul
: ( NH4 )2 SO4
BM
: 132,14
Titik Leleh, oC
: 235-280 (P=1 atm)
Spesifik gravity
: 1,769
H0 pembentukan, (pada 25oC) Kkal/mol : -283,23 Gof pembentukan, (25 0C) Kkal/mol
:
-215,56
Fase
: padat
Warna
: putih
Solubilitas dalam air (g/100ml)
: terlarut
sempurna
dalam air b. Sifat Kimia Pada suhu 280oC dapat terdekomposisi menjadi Amonium BiSulfat dengan reaksi : (NH4)2 SO4 NH4HSO4 (NH4)2 SO4 + 2NaCl 2NH4Cl + Na2SO4 (Ullman,2003) 1.3
Kapasitas Rancangan Dalam menentukan kapasitas produksi yang menguntungkan digunakan
beberapa pertimbangan, yaitu: 1.
Prediksi kebutuhan Amonium Sulfat di Indonesia Produksi Amonium Sulfat di Indonesia semakin meningkatseiring dengan
permintaan domestik. Dalam perkembangan produksi Amonium Sulfat dari tahun
1998 sampai tahun 2002 mengalami fluktuasi dengan kecenderungan produksi yang semakin besar. Namun produksi yang dapat dicapai dari kapasitas tersebut hanya mampu memproduksi 420.000 ton pada tahun 2002 dan 704.000 ton pada tahun 2007. Perkembangan produksi Amonium Sulfat dari tahun 1998-2002 dan tahun 2007 dapat dilihat pada tabel 1.1 Tabel 1.1. Perkembangan Produksi Amonium Sulfat di Indonesia Tahun
Produksi (ribu ton)
Persen Kapasitas(%)
1998
284
44
1999
457
70
2000
491
76
2001
448
69
2002
420
65
2007
704
108
(Sumber : IFA, 2009). Perkembangan
produksi
yang
semakin
meningkat
tersebut
merupakan indikasi terhadap permintaan Amonium Sulfat yang semakin besar tiap tahunnya. Pada empat tahun terakhir khususnya tahun 2007 menunjukkan bahwa persentase produksi mencapai 108% dari kapasitas produksi pabrik. Berikut ini adalah perkembangan ekspor dan import Amonium Sulfat di Indonesia. Tabel 1.2 Ekspor dan Import Amonium Sulfat di Indonesia Tahun 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Eksport 0 0 621.77 1040 1304 211 2122
Import 247623 227067 106824.4 172146.2 279413.5 242,223 238,633
(Sumber : BPS 310221000) Data import tersebut digunakan untuk membuat persamaan linierisasi yang ditunjukkan pada grafik di bawah ini :
300000 250000 200000
y = 6,283.3179x - 12,381,776.5314 R² = 0.0548
150000 100000 50000 0 2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Gambar 1.1 Linierisasi impor Amonium Sulfat di Indonesia Dari persamaan y= 6283.3179x – 12381776.5314 , diprediksi kebutuhan Amonium Sulfat pada tahun 2017 adalah sebesar 291675.7 ton per tahun. Berdasarkan
pertimbangan
di
atas,
maka
ditetapkan
kapasitas
prarancangan pabrik Amonium Sulfat yang akan didirikan pada tahun 2017 adalah sebesar 145.000 dan 175.000 ton/tahun. Penentuan kapasitas ini berdasarkan hasil ekstrapolasi import indonesia yang telah ada dan mengambil nilai pasar impor sebesar 50% dan 60%. Sehingga pendirian pabrik Amonium Sulfat dengan kapasitas 145.000 dan 175.000 ton/tahun masih menguntungkan. 2.
Ketersediaan bahan baku Bahan baku pembuatan Amonium Sulfat adalah Ammonia dan Asam
Sulfat. Untuk Ammonia diperoleh dari dalam negeri dengan melakukan kontrak kerjasama dengan PT. Pupuk Kalimantan Timur dengan kapasitas sebesar 1,85 juta ton per tahun. Asam sulfat di Indonesia juga Asam Sulfat diperoleh dari PT. Mahkota Indonesia, Jakarta dengan kapasitas produksi 120.000 ton/tahun, PT. Timur Raya Tunggal, Jawa Barat dengan kapasitas produksi 69.300 ton/tahun, dan dari PT. Sud Chemie Indonesia Sukabumi dengan kapasitas 30.000 ton/tahun. 3.
Kapasitas yang sudah berdiri Pabrik Amonium Sulfat dengan menggunakan proses Reaksi Fase Gas
Liquid Ammonia dan Asam Sulfat, yang masih beroperasi di beberapa negara dapat dilihati pada tabel 1.3
Tabel 1.3. Daftar Pabrik Amonium Sulfat Proses Netralisasi Ammonia dan Asam Sulfat di dunia. No
Perusahaan
Kapasitas (Ton/tahun)
1
Bay ZA Moxee, Washington
87.000
2
Big River Minerals, Sauget III
88.000
3
Chemical & Pigment, Bay Point, California
80.000
4
Madison Industries, Old Bridge, New York
95.000
5
Mineral King Minerals, Hanford, California
125.000
6
MR3 Systems, Butte, Montana
118.000
7
TETRA Micronutrients, Cheyenne
104.000
8
TETRA Micronutrients
84.000
9
ZA Corporation of America, Monaca, Penn.
19.000
10
PT. Petrokimia Gresik
650.000
(Sumber : EPA, 2010).